Ayat-Ayat Mutasyabihat

SHARE:

Al Quran diturunkan oleh Allah dalam bahasa Arab yang jelas. Maka tak perlu macam- macam dalam penerjemahannya. Allah tak pernah s...

ayat-ayat-mutasyabihat

Al Quran diturunkan oleh Allah dalam bahasa Arab yang jelas. Maka tak perlu macam- macam dalam penerjemahannya. Allah tak pernah salah memilih kata, sehingga tak ada siapapun yang berhak mengubah atau memalingkan Al Quran dalam penerjemahan, atau menukarnya dengan kata yang maknanya lain. Yang diperlukan hanyalah menolong orang-orang yang tidak mengerti Bahasa Arab, dengan jalan menerjemahkan ke dalam bahasa mereka, dan mengingatkan mereka yang masih lengah atau kurang awas terhadap ayat-ayat Allah yang sebenarnya sudah sangat jelas. Dengan demikian jika Al Quran sudah dibacakan namun sulit masuk ke dalam hati, maka hatinyalah yang bermasalah, bukan Al Qurannya.

SEPUTAR BAHASA AL QUR'AN

Ada anggapan bahwa Al quran itu bukan Bahasa Arab biasa, maka dalam penerjemahan dan pemahamannya tidak bisa menggunakan kaidah Bahasa Arab yang biasa.

Anggapan seperti ini sering terdengar dari beberapa orang yang ternyata dari satu “aliran” atau kelompok tertentu, yang dalam penerjemahan Al Quran saja sudah banyak yang aneh-aneh dan membingungkan, belum lagi penafsirannya.

Sehubungan dengan pandangan seperti itu, mari kita cermati beberapa ayat Al Quran berikut ini:

وَمَآ أَرۡسَلۡنَا مِن رَّسُولٍ إِلَّا بِلِسَانِ قَوۡمِهِۦ لِيُبَيِّنَ لَهُمۡ‌ۖ

"Dan tidaklah kami mengutus seorang Rosulpun melainkan dengan bahasa kaumnya, agar ia memberi penjelasan kepada mereka".  (Ibrahim : 4)

وَكَذَٲلِكَ أَوۡحَيۡنَآ إِلَيۡكَ قُرۡءَانًا عَرَبِيًّ۬ا لِّتُنذِرَ أُمَّ ٱلۡقُرَىٰ وَمَنۡ حَوۡلَهَا وَتُنذِرَ يَوۡمَ ٱلۡجَمۡعِ لَا رَيۡبَ فِيهِ‌ۚ فَرِيقٌ۬ فِى ٱلۡجَنَّةِ وَفَرِيقٌ۬ فِى ٱلسَّعِيرِ

"Dan demikianlah kami wahyukan kepadamu Al Quran dalam Bahasa Arab, agar kamu dapat memberi peringatan kepada warga kota ini (Mekah) dan orang-orang di sekitarnya ...". (Asy Syuro : 7)

وَإِنَّهُ ۥ لَتَنزِيلُ رَبِّ ٱلۡعَـٰلَمِينَ (١٩٢) نَزَلَ بِهِ ٱلرُّوحُ ٱلۡأَمِينُ (١٩٣) عَلَىٰ قَلۡبِكَ لِتَكُونَ مِنَ ٱلۡمُنذِرِينَ (١٩٤) بِلِسَانٍ عَرَبِىٍّ۬ مُّبِينٍ۬

"Dan sesungguhnya Al Quran itu benar-benar terbitan Tuhan Semesta Alam. Diturunkan oleh Arruh Al Amin, ke dalam hatimu, agar kamu menjadi salah seorang pemberi peringatan, dengan Bahasa Arab yang jelas". (Asy Syu’aro : 192 - 195)

Dari ketiga ayat-ayat diatas, kita bisa mendapat keterangan tentang “Bahasa Arab jenis apakah Al Quran itu ?”
  1. Al Quran adalah “bahasa kaumnya” (masyakat Arab) karena Allah tak pernah mengutus seorang rosul pun melainkan dengan bahasa Kaumnya, bukan bahasa yang asing bagi mereka.
  2. Dipilihnya Bahasa Arab untuk Al Quran, dengan maksud agar Rosul (Muhammad) dapat mengingatkan orang-orang Mekkah dan sekitarnya. Dengan demikian, bahasa Al Quran itu adalah “bahasanya orang Mekkah”.
  3. Al Quran dalam bahasa Arab yang jelas. Maka tak perlu macam-macam dalam penerjemahannya. Allah tak pernah salah memilih kata-kata, sehingga tak ada siapapun yang berhak mengubah atau memalingkan penerjemahan Al Quran dari bahasa Arab, atau menukarnya dengan kata yang maknanya lain.
Adapun amat berbedanya bahasa Al Quran dengan bahasa percakapan Bangsa Arab, itu karena ketinggian nilai sastra dan keindahan bahasa Al Quran, bukan karena perbedaan “jenis bahasanya”.

Yang diperlukan hanyalah, menolong orang-orang yang tidak mengerti Bahasa Arab, dengan jalan menerjemahkan ke dalam bahasa mereka, dan mengingatkan mereka yang masih lengah atau kurang awas terhadap ayat-ayat Allah yang sebenarnya sudah sangat jelas.

فَذَكِّرۡ إِنَّمَآ أَنتَ مُذَڪِّرٌ۬

"Maka ingatkatkanlah (sadarkanlah), sesungguhnya kamu hanyalah yang mengingatkan". (Al Ghosyiyah : 21)

Ibarat menolong orang yang penglihatannya rabun agar bisa membaca tulisan, bukan dengan jalan membuat tulisan itu menjadi lebih jelas, karena persoalannya bukan di situ, melainkan dengan memberinya kacamata dengan lensa min atau plus, karena matanya itulah yang bermasalah, dan bukan tulisannya.

Dengan demikian jika Al Quran sudah dibacakan namun sulit masuk ke dalam hati (hatilah yang menjadi sasaran Al Quran, bukan otak), maka hatinyalah yang bermasalah, bukan Al Qurannya.

فِى قُلُوبِهِم مَّرَضٌ۬ فَزَادَهُمُ ٱللَّهُ مَرَضً۬ا‌ۖ وَلَهُمۡ عَذَابٌ أَلِيمُۢ بِمَا كَانُواْ يَكۡذِبُونَ

"Di hati mereka ada penyakit …". (Al Baqoroh : 10)

AL QUR'AN, "BAHASA WAHYU" ?

Orang yang beranggapan bahwa bahasa Al Quran bukan bahasa Arab biasa, selanjutnya mengatakan bahwa Al Quran itu menggunakan “bahasa wahyu”. Jadi, untuk memahaminya perlu kaidah dan kamus tersendiri.

Ibarat orang yang membaca buku kedokteran, maka tentu bahasanya bahasa kedokteran, untuk membantunya perlu kamus kedokteran dan ensiklopedi kedokteran. Juga dalam membaca buku tentang teknik otomotif, diperlukan kamus dan ensiklopedi otomotif, dan seterusnya.

Maka demikian pulalah dengan bahasa wahyu, perlu ensiklopedi dan kamus tersendiri, yang bukan kamus Bahasa Arab, bahasa komunikasinya orang Arab.

Tetapi yang demikian itu adalah analog yang melenceng. Memang benar bahwa Al Quran itu wahyu dari Allah. Akan tetapi wahyu itu bukan sejenis “ragam bahasa” yang kita kenal seperti: bahasa ilmu pengetahun, bahasa gaul, bahasa resmi, bahasa remaja dan sebagainya, lalu di luar semua itu, bahasa Al Quran adalah “bahasa wahyu”.

Bukan di situ substansi bahasa wahyu, melainkan sebagai salah satu ragam/bentuk “penuturan bahasa”, yang dalam kehidupan manusia dikenal adanya bahasa lisan, bahasa tulisan dan bahasa isyarat.

Ketiga ragam tersebut punya banyak kelemahan disamping kelebihanya satu sama lain.

Bahasa lisan, kurang cermat menyampaikan pikiran dan perasaan, karena bersifat spontan, dan kurang cermat pula si pendengar menangkap dan memahaminya, karena tidak bisa disimak ulang. Tetapi ada kelebihannya, yaitu penyampaian pikiran dan perasaan dapat didukung dengan intonasi, mimik muka, suasana yang ada atau diciptakan (serius, kelakar, haru, gembira, dsb).

Dengan demikian bahasa lisan tidak bisa dipahami secara tepat hanya melalui hubungan makna kata demi kata. Di lain pihak, kelemahan dan kebihan bahasa tulisan, merupakan kebalikan dari bahasa lisan.

Nah, Al Quran itu disampaikan bukan dengan ragam penuturan seperti diatas, bukan lisan bukan tulisan, melainkan wahyu. Rosul tidak mendengar Allah “bertutur kata”, tidak pula menerima naskah tertulis, dan tidak seorangpun menerima yang demikian itu dari Allah.

 وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَن يُكَلِّمَهُ ٱللَّهُ إِلَّا وَحۡيًا أَوۡ مِن وَرَآىِٕ حِجَابٍ أَوۡ يُرۡسِلَ رَسُولاً۬ فَيُوحِىَ بِإِذۡنِهِۦ مَا يَشَآءُ‌ۚ إِنَّهُ ۥ عَلِىٌّ حَڪِيمٌ۬

"Tidak akan ada bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengannya, kecuali dengan cara wahyu, atau dari balik hijab, atau dengan mengutus seorang rosul, maka diwahyukanlah dengan idzin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesengguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana". (Asy Syuro : 51)

Jadi, wahyu itu tergolong sebagai salah satu cara penyampaian pesan, bukan salah satu “jenis/ragam bahasa”.

Maka kelirulah orang yang merasa bahwa dengan membaca Al Quran berarti sedang menjadi “lawan bicara” (“mukhotob”) Allah. Allah tidak pernah merasa dan tidak akan pernah mengirim pesan tertulis kepada siapapun. Allah terlalu tinggi dan manusia terlalu hina untuk terjadi “komunikasi” seperti itu, dan Allah Maha Bijak untuk memilih cara yang layak bagi keagungan-Nya. Dan dusta pulalah orang yang mengaku menerima “pesan khusus” dari Allah lewat mimpi, ilapat atau apapun lainnya, kecuali Rosul yang menerima wahyu.

Dengan disampaikannya Al Quran secara wahyu, bukan lisan dan bukan tulisan, maka bersih dan selamatlah Al Quran dari kelemahan ragam lisan dan ragam tulisan seperti tersebut diatas. Al Quran menjadi “media” penyampai pesan Allah yang sempurna. Pesan tersebut dapat ditangkap dalam hubungan makna kata demi kata secara jernih dan lurus, tanpa harus mencari latar belakang lain seperti intonasi, mimik muka, suasana dan sebagainya yang menyertai bahasa lisan.

Memang masih diperlukan semacam “ensiklopedi” seperti orang katakan tadi, namun itu adalah berupa fenomena dan rahasia kehidupan yang demikian luas dan kompleks, yang semua itupun bersumber dari Allah, dan Allah menyebutnya “Hikmah”, yang selalu menyertai Al Kitab yang disampaikan pada semua Rosul.

Kalaupun sekarang kita mendapatkan Al Quran dalam bentuk kitab tertulis, itu adalah hasil dari kontribusi Rosulullah dan para pengikutnya dalam rangka menjaga kelestarian Al Quran, karena manusia sering lupa dan keliru. Rosul dan para pengikutnya adalah bagian dari “Kami” yang Allah katakan akan menjadi penjaga kelestarian Al Quran.

إِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا ٱلذِّكۡرَ وَإِنَّا لَهُ ۥ لَحَـٰفِظُونَ (٩) وَلَقَدۡ أَرۡسَلۡنَا مِن قَبۡلِكَ فِى شِيَعِ ٱلۡأَوَّلِينَ

"Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al Quran dan seseungguhnya Kami benar-benar menjaganya (melestarikannya)". (Al Hijr : 9)

Adapun sampainya Al Quran ke dalam hati manusia yang menjadi sasaran Al Quran, hanya melalui proses sebagaimana keterangan Allah pada Surah Asy Syuro ayat 51 tersebut diatas.

TENTANG AYAT-AYAT "MUTASYABIHAT" DAN AYAT-AYAT "MUHKAMAT"

Telah menjadi pendapat umum dan hampir merata di kalangan ummat dan ulama Islam, bahwa Al Quran itu terdiri dari ayat-ayat Muhkamat, yakni ayat-ayat yang arti dan maknanya tegas dan jelas, tidak sulit dipahami. Dan ayat-ayat Mutasyabihat, yakni ayat-ayat yang makna dan maksudnya tidak cukup jelas atau samar-samar, baru dapat dipahami melalui “penta`wilan” dan pengkajian yang mendalam, yang hanya bisa dilakukan oleh para ulama yang cukup luas dan dalam ilmunya, atau hanya Allah saja yang mengetahuinya, seperti ayat-ayat mengenai hal-hal yang gaib.

Keterangan yang kurang lebih seperti diatas, antara lain tercantum sebagai catatan kaki pada terjemahan Al Quran versi Departemen Agama RI, dari terjemahan Surat Ali Imron ayat 7, yang kutipan lengkapnya sebagai berikut:

هُوَ ٱلَّذِىٓ أَنزَلَ عَلَيۡكَ ٱلۡكِتَـٰبَ مِنۡهُ ءَايَـٰتٌ۬ مُّحۡكَمَـٰتٌ هُنَّ أُمُّ ٱلۡكِتَـٰبِ وَأُخَرُ مُتَشَـٰبِهَـٰتٌ۬‌ۖ فَأَمَّا ٱلَّذِينَ فِى قُلُوبِهِمۡ زَيۡغٌ۬ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَـٰبَهَ مِنۡهُ ٱبۡتِغَآءَ ٱلۡفِتۡنَةِ وَٱبۡتِغَآءَ تَأۡوِيلِهِۦ‌ۗ وَمَا يَعۡلَمُ تَأۡوِيلَهُ ۥۤ إِلَّا ٱللَّهُ‌ۗ وَٱلرَّٲسِخُونَ فِى ٱلۡعِلۡمِ يَقُولُونَ ءَامَنَّا بِهِۦ كُلٌّ۬ مِّنۡ عِندِ رَبِّنَا‌ۗ وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّآ أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَـٰبِ

"Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. Diantara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokok-pokok isi Al Quran dan yang lain ayat-ayat mutasyaabihaat. Adapun orang orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari ta`wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta`wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami”. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran (daripadanya) kecuali orang-orang yang berakal". (Ali Imron : 7)

Dalam terjemahan diatas, kita lihat bahwa kata “Muhkamat” dan “Mutasyabihat” tidak diterjemahkan, tapi kemudian dijelaskan dengan catatan kaki yang kurang lebih seperti disebut diatas.

Persoalannya sekarang, benarkah kata “muhkamat” itu artinya ”jelas” dan “mutasyabihat” itu “samar” atau tidak jelas. Padahal begitu banyak Allah mengatakan tentang ayat-ayat yang jelas itu dengan kata “aayaatun bayyinaat”. Kalau diterjemahkan secara bersih dan polos, (tidak dipengaruhi oleh visi dan pemahaman lain tertentu yang sudah mendahului), maka tidak terlalu sulit untuk dipahami, karena kata muhkamat (muhkam) adalah bentuk “isim maf’ul” (bentuk objek penderita) dari kata kerja ahkama yang atinya “menghukumkan” (bukan menghukum atau menghukumi).

Dengan demikian kata “aayaatun muhkamaat” itu berarti: ”ayat-ayat yang dihukumkan”, (dibakukan / ditetapkan sebagai hukum).

Walaupun bentuknya berbeda, kata “Aayaatun Muhkamaat” ini sama persis artinya dengan kata “Uhkimat Aayaatuhu” (Huud : 1) yakni: “dihukumkan ayat-ayatnya” (uhkima adalah bentuk kata kerja pasif dari ahkama)

Coba kita bandingkan dua ayat tersebut:

"Dialah yang telah menurunkan Al Kitab kepadamu, dari Kitab tersebut (terdapat) ayat-ayat yang dihukumkan, (ayat-ayat muhkamat) itulah “ummul Kitab” (essensi Al Kitab)..." (Ali Imron : 7)

الٓر‌ۚ كِتَـٰبٌ أُحۡكِمَتۡ ءَايَـٰتُهُ ۥ ثُمَّ فُصِّلَتۡ مِن لَّدُنۡ حَكِيمٍ خَبِيرٍ

Alif Laam Raa, suatu kitab yang dihukumkan ayat-ayatnya, kemudian diperinci langsung dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu. (Huud : 1)

Selanjutnya, benarkah kata “mutasyabihat” itu artinya samar atau tidak jelas, padahal banyak kata yang artinya “samar” Allah menyebutnya dengan “khofi” atau “khufyah”, dan yang artinya “tersembunyi” itu, “sirr”.

Mutasyaabih” adalah bentuk isim fa’il (menunjukkan subjek/pelaku) yang artinya saling menyerupai atau mirip-mirip.

Ayat-ayat mana yang dimaksud? Ada petunjuk yang bisa didapat. Untuk itu kita simak ayat berikut:

ٱللَّهُ نَزَّلَ أَحۡسَنَ ٱلۡحَدِيثِ كِتَـٰبً۬ا مُّتَشَـٰبِهً۬ا مَّثَانِىَ تَقۡشَعِرُّ مِنۡهُ جُلُودُ ٱلَّذِينَ يَخۡشَوۡنَ رَبَّہُمۡ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمۡ وَقُلُوبُهُمۡ إِلَىٰ ذِكۡرِ ٱللَّهِ‌ۚ ذَٲلِكَ هُدَى ٱللَّهِ يَہۡدِى بِهِۦ مَن يَشَآءُ‌ۚ وَمَن يُضۡلِلِ ٱللَّهُ فَمَا لَهُ ۥ مِنۡ هَادٍ

"Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (ahsanal hadiets) berupa kitab yang saling menyerupai (mirip-mirip) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi lembut kulit dan hati mereka ke arah mengingat (sadar akan) Allah. Itulah petunjuk Allah, yang dengannya Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah maka tidak ada baginya seorangpun pemberi petunjuk" (Az Zumar : 23)

Mutasyabih artinya hampir serupa atau mirip-mirip. Tidak sama benar tetapi mengandung beberapa kesamaan, kemudian muncul berulang-ulang (matsaani), yang berpengaruh kepada timbulnya gemetaran karena takut kepada Allah. Ayat-ayat yang demikian ini bukan tertuju kepada pembakuan hukum (karena ayat yang mengenai pembakuan hukum ini tidak berulang-ulang) melainkan untuk intensitas dan kompleksitas pengaruh kepada hati manusia.

Untuk satu substansi tertentu Allah menyajikan berulang-ulang dengan variasi bashiroh (sudut pandang) yang beragam, sehingga terkembangkanlah spektrum wawasan yang lebar dan luas, menyentuh berbagai sisi dan relung kehidupan. Pantas sekali bila kemudian jiwa tergetar dengan rasa takut kepada Allah, untuk kemudian terantarkan kearah kesadaran akan ke-Maha Sucian, ke-Maha Terpujian dan ke-Maha Besaran Allah. Tasbih, Tahmid dan Takbir (Dzikrullah).

Sedikit contoh, kiranya bisa dikemukakan sebagai berikut:

Lima ayat pertama dari Surat Al Baqoroh, mengidentifikasi orang-orang yang ada dalam petunjuk Allah dan memperoleh kemenangan (Hidayah dan Falah).

Surat Al Baqoroh ayat 156 dan 157 (tentu nya bukan sekedar dzikir karena mendapat atau mendengar berita musibah) juga tentang orang-orang yang mendapat rahmat dan hidayah.

Surat Ali Imron ayat 103 dan 104 juga tentang orang-orang yang mendapat hidayah dan kemenangan (Falah).

Surat Al Mukminun ayat 1 sampai 11 juga berupa petunjuk bagaimana meraih kesuksesan/kemenangan.

Keempat bagian dari Al Kitab tersebut di atas secara redaksional dan pendekatan nadhori (nalar), jelas berbeda dan beragam, dengan spektrum cahaya terang benderang merambah berbagai sisi kehidupan dan menyeruak kegelapan, tetapi kemudian jelas menggiring ke arah substansi yang sama, bagaimana memperoleh petunjuk ke arah rahmat dan kemenangan hakiki.

Insyaallah dalam kesempatan lain kita bahas lebih rinci ayat-ayat tersebut untuk menyingkap spektrum mutasyabihat yang dikandungnya.

Demikanlah, di Surat Az Zumar : 23 Allah menerangkan betapa sasaran dan efektifitas ayat-ayat mutasyabihat itu. Tetapi kemudian, sebagaimana diterangkan pada Surat Ali Imron ayat 7 di atas, bahwa orang-orang yang di dalam hatinya ada kebengkokan (“zaegun”) yang menyesatkan, mereka enggan untuk mengikuti ayat-ayat muhkamat, tentunya karena keengganan tunduk kepada hukum-hukum Allah, yang menurut pikiran sempitnya, akan membelenggu dan membatasi kebebasannya.

Mereka hanya mau mengikuti apa-apa yang hampir serupa dari Al Kitab itu (“maa tasyaabaha minhu”). Dengan mereka-reka ta`wilnya, mereka mengeksploitir ayat-ayat mutasyabihat, sehingga terkesan banyak kesamaan dengan ajakan pikiran dan hawa nafsunya sendiri, atau ajaran kelompoknya, yang mereka lebih komit menganutnya.

Mereka hanya mencuplik-cuplik ayat-ayat tertentu untuk “mendalili” atau menguatkan ajaran yang sebenarnya hanya produk pikiran dan hawa nafsunya sendiri.

Akibatnya, timbul kerancuan berat di berbagai hal dari konsep Ajaran Islam yang sebenarnya kholis (murni), bersih dari campur tangan siapapun.

Ada lagi sebagian orang yang pendapatnya rancu. Menurutnya, ayat-ayat mutasyabihat itu Surat Al Fatihah, karena terdiri dari tujuh ayat, dan dibaca berulang-ulang (barangkali) ini yang dimaksud Allah pada ayat berikut:

وَلَقَدۡ ءَاتَيۡنَـٰكَ سَبۡعً۬ا مِّنَ ٱلۡمَثَانِى وَٱلۡقُرۡءَانَ ٱلۡعَظِيمَ

"Dan sesungguhnya Kami telah datangkan kepadamu tujuh yang berulang-ulang dan Al Quran yang agung". (Al Hijr : 87)

Tetapi di lain pihak, Surat Al Fatihah itu dikatakan pula sebagai "Ummul Kitab". Padahal di Surat Ali Imron ayat 7 di atas, Ummul Kitab itu adalah ayat-ayat Muhkamat, bukan Mutasyabihat.

PENERJEMAHAN AL QUR'AN

Pada terjemahan-terjemahan Al Quran yang beredar di masyarakat, seringkali terdapat penerjemahan yang serampangan tidak cermat, yang akibatnya jadi melenceng. Padahal Al Quran benar-benar harus dibaca dan dipahami secara bersih dan lurus.

Memang sulit (bahkan nyaris tidak mungkin) menerjamahkan suatu bahasa ke dalam bahasa lain secara tepat dan akurat, karena setiap bahasa memiliki ciri dan karakter yang berbeda-beda. Namun setidaknya perlu kehati-hatian dan kecermatan, agar perbedaan tersebut tidak mengakibatkan penyimpangan yang essensial.

Demikian pula terjemahan versi Depag pada surat Ali Imron : 7 seperti dikutip di atas, ada kemelencengan yang tidak begitu terasa, namun akibatnya cukup terasa melenceng dari sasaran makna yang dimaksud. Kita simak kembali sebagai berikut:

"Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. Diantara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokok-pokok isi Al Quran dan yang lain ayat-ayat mutasyaabihaat. Adapun orang orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari ta`wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta`wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami”. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran (daripadanya) kecuali orang-orang yang berakal". (Ali Imron : 7)

Pada bagian yang digaris bawahi, penerjemahannya tidak cermat dan lurus, (di bagian awal pun masih ada, meski tidak begitu fatal) akibatnya, kesan yang diperoleh dari ayat tersebut jadi melenceng (terjadi deviasi). Kemelencengannya itu tidak begitu kentara, perlu kejelian dan kecermatan untuk menyadarinya. Ketika seseorang menemukan dan menyadari “error” tersebut, sungguh tidak mudah menerangkannya kepada orang lain, perlu wacana yang panjang lebar, itu pun belum tentu dipahami, apalagi mereka yang kurang sekali pengetahuan Bahasa Arabnya. Kendati demikian, kita coba saja seadanya.
  1. Penggalan kalimat “sebagian ayat-ayat mutasyabihat” adalah menerjemahkan penggalan ayat “maa tasyaabaha minhu”. Terjemah yang lebih lurus adalah: “Apa-apa yang hampir serupa (mirip-mirip) dari kitab tersebut” . Atau dalam susunan kata yang lain bisa berbunyi: “Ayat-ayat yang mutasyabihat dari kitab tersebut”. Kata “minhu” bukan mengacu ke ayat-ayat mutasyabihat, melainkan kepada “Al Kitab”, karena bentuknya mudzakkar tunggal. Kata penunjuk untuk ayat mutasyabihaat adalah “hunna” karena bentuknya jamak muannats, sebagaimana Allah gunakan pada bagian awal ayat tersebut, untuk ayat muhkamat: “Hunna ummul Kitab”
  2. Menyisipkan kata “untuk”, mengundang kesan bahwa, mencari-cari fitnah dan mencari-cari ta`wil adalah tujuan mereka. Padahal kedudukan kalimat yang bersangkutan adalah “haal”, dan tidak ada lam (“Li”) yang artinya untuk/agar. Kesan yang sebenarnya terkandung adalah: Mereka tidak sadar bahwa sikap dan perbuatan mereka itu (akan) menimbulkan fitnah (error berat), dan mereka tidak sadar bahwa dengan begitu berarti mereka mencari-cari ta'wil yang sebenarnya hanya hak Allah saja.
  3. Penggalan kalimat yang berbunyi: “kami beriman kepada ayat-ayat mutasyabihaat”, adalah tenerjemahan dari penggalan ayat: “Aamannaa bihi” yang terjemahan sebenarnya adalah “kami beriman kepada Al Kitab”. Sebagaimana kata “minhu” pada kasus diatas, “bihi” bukan mengacu kepada ayat mutasyabihat, melainkan mengacu kepada “Al Kitab”.
  4. Disusul lagi dengan penyisipan kata (daripadanya), memperkuat kesan menjadi: “tidak ada yang bisa mengambil pelajaran dari ayat-ayat mutasyabihaat kecuali ...”. Tanpa sisipan kata tersebut, maknanya lebih umum, yakni: “Tidak ada yang mengambil pelajaran kecuali Ulul Albaab”
  5. Menerjemahkan kata “Ulul Albaab” dengan “orang-orang yang berakal” adalah terlalu riskan. Sebab, semua orang waras tentu berakal, sedangkan “Ulul Albaab” adalah jenis “manusia langka”. Lebih aman lagi jika Ulul Albaab dipandang sebagai suatu istilah yang tidak diterjemahkan, kemudian diberikan keterangan terurai tentang siapakah mereka itu.
Pengubahan-pengubahan terjemah tersebut diatas, mungkin terkesan sepele dan tidak begitu prinsipil. Namun jika disimak secara cermat akibatnya cukup serius, yakni sasaran “tertuduh” oleh ayat tersebut menjadi kabur, dan orang-orang yang bersangkutan merasa luput dari tuduhan, apalagi “tuntutan”.

وَٱتۡلُ عَلَيۡهِمۡ نَبَأَ ٱلَّذِىٓ ءَاتَيۡنَـٰهُ ءَايَـٰتِنَا فَٱنسَلَخَ مِنۡهَا فَأَتۡبَعَهُ ٱلشَّيۡطَـٰنُ فَكَانَ مِنَ ٱلۡغَاوِينَ

"Dan bacakanlah kepada mereka berita tentang orang-orang yang telah Kami datangkan kepada mereka ayat-ayat Kami, kemudian mereka berkelit (melepaskan diri) dari ayat-ayat itu, maka syetan menjeratnya dan jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat". (Al A’rof : 175)

Wallahu a'lamu bi-showab
Name

Dakwah Ilallah,12,Jalan Keselamatan,7,Jurnal Roqim,1,Kajian Lepas,42,Manhaj Risalah,12,
ltr
item
Ini Islam: Ayat-Ayat Mutasyabihat
Ayat-Ayat Mutasyabihat
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjUBQgVxbX_is3y_KyJgU8fv8Ole28LvnNXA0_7suA1fiV_49_a75k46ABXTGjaE7IorWqlSyJkQTM-4P-wgBlw47yWF3pdUmC2gjnUb7RTnRn_iXwQnl4lBkphhJ8RiF1ksLviFf77dRQ/s640/ayat-ayat-mutasyabihat.png
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjUBQgVxbX_is3y_KyJgU8fv8Ole28LvnNXA0_7suA1fiV_49_a75k46ABXTGjaE7IorWqlSyJkQTM-4P-wgBlw47yWF3pdUmC2gjnUb7RTnRn_iXwQnl4lBkphhJ8RiF1ksLviFf77dRQ/s72-c/ayat-ayat-mutasyabihat.png
Ini Islam
http://www.iniislam.net/2017/01/ayat-ayat-mutasyabihat.html
http://www.iniislam.net/
http://www.iniislam.net/
http://www.iniislam.net/2017/01/ayat-ayat-mutasyabihat.html
true
7017169815549685310
UTF-8
Loaded All Posts Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS PREMIUM CONTENT IS LOCKED STEP 1: Share to a social network STEP 2: Click the link on your social network Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy Table of Content