Seseorang membuat status dalam media sosial facebook dengan tulisan berikut: "Dulu ketika saya masih kecil, tercetus menggau...
"Dulu ketika saya masih kecil, tercetus menggaung bahwa abad ke-15 adalah abad kebangkitan islam namun sampai kini belum ada tanda-tanda riak ke arah itu kenapa ya?"
Sebetulnya Allah telah begitu jelas menerangkannya dalm Al Quran, kenapa ini terjadi. Tetapi karena ayat-ayat Quran itu diotak-atik dan direka-reka, dengan dalih ilmu tafsir-kah, asbabun nuzul-kah, 12 fan-kah dan seabreg dalih lainnya, maka koneksi-koneksi ruh-Nya itu terputus, terlepas, kusut, amburadul.
"Robbany Lighting System" made in langit yang Maha Canggih Maha Akurat ('Aziezun Hakim) begitu, diotak-atik, dibongkar pasang oleh tangan-tangan tidak kompeten dari mahkluk yang dholuuman jahuulan, ditambah besarnya keinginan untuk memadamkan cahaya Allah agar kedholimannya tidak dilihat orang. Pantas saja, kaum Muslimin sedunia selama berabad-abad mengalami... mati lampuuuu...! gelaaap...!
Kebodohan lebih lanjut, semakin parah.
Dalam fenomena mati lampu itu, solusinya, bukannya ditelusuri jaringan dan instrumen/aplikasi bermasalah yang membuat putusnya koneksi aliran rahmat, kemudian diperbaiki ("Wa Ashlihu Dzata Bainikum").
Alih-alih yang dilakukan adalah dengan pede para ulama berlomba memproduksi lampu-lampu pengganti yang mereka sebut "uluumu 'ddien", diproduksi 12 jenis (12 fan).
Akan mampukah manusia yang (menurut Sang Kholiq) dholuuman jahuulan (amat dholim dan amat bodoh) itu, membuat lampu untuk menggantikan atau menandingi Lampu Robbany yang Allah sebut "Syiroojan Muniiron"?
Wahai lilin-lilin kecil, sanggupkah engkau mengganti matahari menyinari dunia...???
Sudah 18 tahun kita menelusuri titik-titik bermasalah pada Jaringan Rahmat Allah. Kita temukan banyak hal berupa komponen dan aplikasi-aplikasi fiktif yang mengganggu dan merusak. Kita buang semua itu, sesuai panduan dari Allah: حُنَفَآءَ الدِّينَ لَهُ مُخْلِصِينَ (memurnikan Addien milik-Nya secara lurus dan konsekuen). Diikuti berbagai langkah-langkah yang relevan dan signifikan, yang intinya:
- Meraih, merawat dan selalu menampilkan kecucian (TAZAKKAA)
- Mengunduh (talaqqoo) Asma-asma-Nya (dari "Lauh Mahfudh") lalu menginstalnya pada pertumbuhan jiwa (taswiyyatu 'nnufus) (DZAKARO 'SMA ROBBIHI)
- Menata Jaringan Rahmat (SHOLLAA)
Semua langkah itu berpijak dan berbasis pada konsep Kalimah Thoyyibah.
Maka Cahaya Robbany mulai berangsur-angsur terpancar lagi. Perlahan dan alami seperti Fajar Shiddiq terbit di tengah kegelapan. Dimulai remangnya cahaya fajar, seiring waktu berangsur semakin terang, dan ... terang benderanglah kembali kehidupan ini.
Sekarang mari kita buka satu persatu titik-titik cahaya tertentu, untuk menerangi dan menjelaskan tentang isu abad kebangkitan yang ternyata hanya bayangan ilusi.
Apabila Kalamullah diubah-ubah, kalaupun hanya sedikit, bahayanya besar skali, apalagi jika banyak.
Ini contohnya pada surat Ali Imran ayat 104:
وَلۡتَكُن مِّنكُمۡ أُمَّةٌ۬ يَدۡعُونَ إِلَى ٱلۡخَيۡرِ وَيَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَيَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِۚ وَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan ummat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.
Demikian itulah terjemahan yang dibuat para ulama penerjemah Al Quran.
Sebetulnya ayat di atas itulah yang membuat gambaran dasar yang tegas dan jelas tentang ummat yang dipetintahkan Allah untuk diwujudkan dan dibangun, berbasis iman dan pengabdian kepada-Nya.
Tapi terjemahannya itu dibuat sedemikian rupa, sehingga hanya menjadi stempel bagi apa yang selama ini sudah ada dan mapan di kalangan mereka.
Bandingkan jika terjemahannya itu bersih dari "baghyan" (kepentingan terselubung) di kalangan mereka, seperti mestinya:
Hendaklah dari kamu ini terbentuk (menjadi) suatu ummat yang menyeru menuju KEMAJUAN/KEUNGGULAN, MEMERINTAHKAN yang MA'RUF dan MELARANG yang MUNKAR. Yang demikian itulah mereka yang beruntung.
1) "Ummatan" yang diartikan "segolongan ummat", menyimpan kesan bahwa ummat islam itu memang bergolong-golongan, ini dalilnya.
Ada sedikit celah alasan untuk mengabaikan atau melupakan apa yang sebenarnya mereka tahu, bahwa Allah mengutuk dan mengancam dengan adzab, mereka yang membuat terpecah belahnya agama Allah. Tapi mereka kehabisan akal (kegelapan) untuk keluar atau lepas dari perpecahan ini.
2) Al KHOER diartikan "kebajikan". Padahal mereka tahu, untuk arti kebajikan Allah memakai kata "AL BIRRU".
Khoer artinya LEBIH BAIK. bukan sekedar baik (sudah terkandung makna tafdhil/comparative). Kemudian terkait "lebih baik ini". Allah memerintahkannya dengan "berlombalah" ("Fastabiqul Khaerat") dan "bersegeralah" ("Yusari'uuna Fil Khaerat").
Berlomba itu agar lebih baik dari yang lain (unggul). Bersegera itu agar lebih baik dari kemarin (maju). Oleh sebab itu, arti yg tepat untuk "khoer" adalah unggul dan maju. Memang kebajikan itu hal yang baik, tapi pada konteks ini, mengartikan khoer dengan "kebajikan" akan menjadi pembunuhan karakter, sekaligus mengebiri petunjuk Allah.
3) Amar dan Nahi yang artinya memerintah dan melarang, diartikan "menyuruh" dan "mencegah". Memang pergeseran maknanya sedikit saja. Tapi implikasinya sangat signifikan.
Melarang dan memerintah itu terkait dengan tatanan struktural yang legal da formal (iqomu 'sh sholah dalam arti aktual), dimana harus ada legalitas dan kewenangan untuk memerintah dan melarang di satu pihak, dan kewajiban untuk tunduk dan taat di pihak lainnya.
Inilah yang mereka enggan. Mereka ingin dianggap Muslimin, tapi tidak mau terikat. Pelaksanaannya terserah pada kesadaran masing-masing, urusan pribadi. Maka ayat di atas diperlunak: "menyuruh" dan "mencegah". Lagi-lagi pengebirian perintah Allah.
Dalam perjalanan waktu muncul kalangan yang memandang bahwa bobot perintah dan larangan ini tidak boleh dianggap lunak. Maka tanpa nalar waras dan logika, dilabrak saja orang-orang yg mereka anggap munkar.
Padahal apa kewenangan mereka untuk itu? Siapa yg memberi mereka wewenang? Yang mereka anggap pelaku munkar dan maksiat itu, memang apanya mereka? Sehingga mereka merasa berhak mengatur dan melarang.
Subhanallah. Ajaran Allah yang begitu Maha Suci dan Maha Tinggi, sudah dikebiri, dimandulkan, dikotori dan dicemari lagi oleh perilaku barbarian yang meneriakkan Allahu Akbar.
Tidak diragukan lagi, bahwa mereka bertindak bathil dan ilegal terhadap Ayat-ayat Allah, itulah yang pasti mendapat murka Allah.
KEBANGKITAN ITU MIMPI, YANG NYATA, KEMANDEGAN (STAGNAN)
Ayat yang kita bahas di muka itu Ali Imron : 104, tidak berdiri sendiri, melainkan lanjutan dari beberapa ayat sebelumnya, setidaknya dari ayat 100 dan berlanjut dengan beberapa ayat berikutnya.
Ayat-ayat tersebut menggambarkan fenomena pemunculan satu komunitas yang sedang Allah arahkan pada satu ikatan persaudaraan, yang semuanya berpegang teguh (committed) pada satu sistem kendali Robbani (Hablillah/Hablun Minallah), ditengah perseteruan antar golongan-golongan (firqoh), dan tarik menarik dengan para ahli kitab yang tidak menginginkan komunitas tersebut muncul dan eksis.
Kemudian pada ayat 104 itu, Allah membimbing komunitas yang dimunculkan/dibangkitkan-Nya (bi'tsah) itu, ke arah apa yang harus mereka lakukan, yakni mewujud sebagai ummat yang KHOER itu.
Kemudian ayat-ayat berikunya berupa basyier dan nadzier (motivasi dan warning) terkait implikasinya di Akhirat kelak.
Sekarang kita lanjut ke ayat betikut ini, Ali 'Imran : 110.
كُنتُمۡ خَيۡرَ أُمَّةٍ أُخۡرِجَتۡ لِلنَّاسِ تَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَتَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنڪَرِ وَتُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِۗ وَلَوۡ ءَامَنَ أَهۡلُ ٱلۡڪِتَـٰبِ لَكَانَ خَيۡرً۬ا لَّهُمۚ مِّنۡهُمُ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ وَأَڪۡثَرُهُمُ ٱلۡفَـٰسِقُونَ
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.
(Begitulah terjemahan yang dibuat orang)
Terjemahan seperti di atas, sangat meninabobokan orang-orang islam. Terkesan sebagai sanjungan dan acungan jempol dari Allah bagi kaum muslimin. Yang berakibat tumbuh suburnya apologia dan arogansi: "Apapun komentar dan sikap orang-orang kafir, tapi dalam pandangan Allah kita adalah ummat terbaik yang Allah munculkan di antara seluruh manusia".
Apologia dan narcisisme seperti itulah antara lain yang membuhuh karakter untuk maju dan unggul. Lagi-lagi pembunuhan karakter.
Ayat 110 diatas materinya mirip dg ayat 104 terdahulu. Pembeda yang signifikan adalah kalimat awal pada kedua ayat tersebut.
Pada ayat 104 itu "fi'il amar mudlori'" (dengan imbuhan lam amr), artinya perintah (order). Ini jelas merupakan "pesanan" Allah, sesuatu yang menuntut kita berjihad untuk mewujudkannya.
Sedangkan pada ayat 110, diawali fi'il madli (bentuk lampau): "KUNTUM" dari bentuk dasar KAANA-YAKUUNU yang artinya ada/terjadi.
Ustadz di madrasah dulu menerangkan bahwa karena fi'il madli itu bentuk lampau, maka "kaana" itu artinya PERNAH.
Jelaslah mestinya, bahwa ayat 110 di atas, bukanlah acungan jempol dari Allah, melainkan keterangan untuk memotivasi bahwa dulu kamu pernah tampil sebagai ummat yang khoer itu, ketika kamu menjalankan petunjuk Allah sebagaimana pada ayat 104 terdahulu. Itu dulu, ummat yang telah berlalu. Bukan kamu sekarang ini.
Selanjutnya Allah menegaskan, kalau benar para ahli kitab (para pengusung/penganut al kitab) itu beriman, sungguh itu menjadi kebaikan (khoer) bagi mereka. Tapi sayang hanya sedikit dari mereka yg beriman kebanyakan mereka FASIQ.
Disini muncul lagi subjektivisme apologis. Siapa yg beriman dan siapa yg fasiq?
FASIQ artinya menyimpang/melenceng/menyalahi. Identik dengan DLOLAL (sesat). Bedanya, fasiq itu lebih terkait sikap dan perilaku, sedangkan sesat lebih terkait pilihan jalan yang ditempuh/keberpihakan.
Cirinya sudah jelas, sedikit yang beriman, yang banyak fasiq. Tapi memang validitas kebenaran tidak cukup hanya dibuktikan dengan banyak atau sedikitnya pengikut, itu hanya mengungkapkan fenomena faktual yang terjadi. Tapi masih ada fenomena lain yang membedakan fasiqin dan mukminin dalam konteks ini.
STAGNANT/KEMANDEGAN ITULAH FENOMENA YANG ADA.
Fenomena lainnya terkait fasiqin vs mukminin tersebut pada ayat 110 yang lalu, terungkap pada ayat berikut Ali 'Imran : 111.
لَن يَضُرُّوڪُمۡ إِلَّآ أَذً۬ىۖ وَإِن يُقَـٰتِلُوكُمۡ يُوَلُّوكُمُ ٱلۡأَدۡبَارَ ثُمَّ لَا يُنصَرُونَ
Mereka sekali-kali tidak akan dapat membuat mudharat kepada kamu, selain dari gangguan-gangguan celaan saja, dan jika mereka berperang dengan kamu, pastilah mereka berbalik melarikan diri ke belakang (kalah). Kemudian mereka tidak mendapat pertolongan. (Ali 'Imran : 111)
Terjemahan di atas itupun sangat kental subjektif dan apologis, menuntun pikiran orang ke arah dongeng. Yang lebih cermat dan lurus begini:
Mereka tidak akan pernah bisa memudhorotkanmu, selain (tindakan/aksi) menyakiti. Dan jika mereka memerangimu, pasti dengan cara "berpaling ke belakang" (mencari dukungan, menggunakan kekuatan pihak lain) kemudian merakapun tidak ditolong (gagal/sia-sia).
Demikianlah terjemahan yang lebih lurus dan jujur, nyambung persis dengan fenomena yang terjadi.
Allah membuktikan secara nyata dan faktual, untuk menjadi bukti nyata, siapa yang tergolong Fasiqin, dan siapa yang Mukminin. Yaitu siapa yang menyakiti dan siapa yang disakiti.
Komunitas Robbani yang sedang kami bangun, tidak pernah berniat, apalagi bertindak mengganggu apalagi menyakiti siapapun. Tetapi hanya karena kami meninggalkan ajaran mereka, untuk BERINABAH kepada Allah (kembali kepada originalitas konsep Dienullah), mereka (yaitu MUI Kuningan, Kota dan Kab. Cirebon) mengganggu, menyerang, mengusir dan menyakiti kami.
Caranyapun persis seperti yang Allah jelaskan dengan Kalam-Nya. Mereka tidak mau berhadapan dengan kami untuk berdebat apalagi bermubahalah. Mereka berpaling ke belakang, menghasut penguasa dan kelompok-kelompok arogan dan premanis, untuk bertindak mendholimi kami. Ini benar-benar terjadi dan masih berlangsung sampai hari ini.
Lalu, berhasilkah mereka?
Jangankan roboh atau goyah, bergeser sedikit saja dari pijakan kami, itu tidak pernah terjadi. Kami tetap eksis, ajeg dinamis. Tsumma laa yunshoruun.
Demikianlah perilaku mereka yang begitu vokal mengklaim sebagai ummat yang paling diacungi jempol oleh Allah. Padahal perilaku mereka persis sama dengan prilaku Ahlul Kitab, yang banyak Allah kisahkan dalam Al Quran, perilaku yang selalu dicaci dan dimurkai Allah.
Meskipun mereka selalu lepas tangan dan melemparkan sebutan ahli kitab itu kepada kaum Yahudi dan Nashrani. Padahal tidak ada secuilpun ayat yang mengindikasikan demikian, tapi semua tahu dan mengakui bahwa keridhoan atau murka Allah kepada suatu kaum itu, sama sekali bukan kareka itu bangsa yahudi, nashrani, Arab atau apapun, melainkan karena perilaku mereka. Anak istri seorang nabi sekalipun, jika dia durhaka, Allah akan melaknat dan mengadzabnya.
Kemudian apa tindakan Allah terhadap kaum fasiqin itu?
Mari kita simak ayat berikutnya Ali 'Imran : 112.
ضُرِبَتۡ عَلَيۡہِمُ ٱلذِّلَّةُ أَيۡنَ مَا ثُقِفُوٓاْ إِلَّا بِحَبۡلٍ۬ مِّنَ ٱللَّهِ وَحَبۡلٍ۬ مِّنَ ٱلنَّاسِ وَبَآءُو بِغَضَبٍ۬ مِّنَ ٱللَّهِ وَضُرِبَتۡ عَلَيۡہِمُ ٱلۡمَسۡكَنَةُۚ ذَٲلِكَ بِأَنَّهُمۡ كَانُواْ يَكۡفُرُونَ بِـَٔايَـٰتِ ٱللَّهِ وَيَقۡتُلُونَ ٱلۡأَنۢبِيَآءَ بِغَيۡرِ حَقٍّ۬ۚ ذَٲلِكَ بِمَا عَصَواْ وَّكَانُواْ يَعۡتَدُونَ
Disandangkan KEHINAAN pada mereka, dimanapun mereka berada, kecuali (mereka committed) dengan tali (kendali aturan) dari Allah, dan kendali aturan dari manusia. Dan mereka kembali dengan KEMURKAAN Allah, dan disandangkan kepada mereka KEMISKINAN. Yang demikian itu disebabkan mereka mengkufuri Ayat-ayat Allah, dan mereka membunuh nabi-nabi tanpa haq. Yang demikian itu dikarenakan mereka durhaka dan melakukan pelanggaran. (Ali 'Imran : 112)
KEHINAAN, MURKA ALLAH dan KEMISKINAN
Itulah yang Allah timpakan atas mereka yang dinilai Allah, dholimin dan fasiqin.
Terlalu panjang untuh dibahas semua. Lagi pula tentang kehinaan, fenomenanya begitu nyata, tidak susah untuk dilihat fakta-faktanya. Demikian pula dengan murka Allah, sudah sangat jelas akibatnya apa.
Satu saja kita bahas, KEMISKINAN. Lafad asalnya pada ayat diatas itu: MASKANAH yang diterjemahkan "kerendahan".
Menerjemahkan dengan "kerendahan" itu jelas-jelas mengubah kandungan makna Al Quran. Tercium maksud menyembunyikan fakta yang sangat penting disadari, hanya untuk menutupi rasa malu.
Keredahan itu nisbi alias samar. Sangat tegantung kepada norma-norma atau tata nilai yang dipakai tolok ukur. Sehingga tidak tampak nyata, siapa yang dalam pandangan Allah dinilai RENDAH. Dengan demikian predikat "rendah" itu bisa dilempar ke banyak pihak. Adapun maskanah atau kemiskinan itu nyata, faktual dan objektif. Sasarannya sudah jelas, siapa yang ada dalam kemiskinan itu.
Tapi tahan dulu. Masih ada akar-akar kata yang harus dipahami.
"Maskanah" itu mashdar miimy dari kata dasar sakana-yaskunu yang artinya: tinggal atau diam. Shighoh mubalaghoh dari maskanah itu, MISKIIN. Kosakata miskin dalam bahasa indonesia, atau istilah fiqhiyyah terkait kondisi ekonomi adalah orang yang penghasilanya hanya cukup untuk bertahan hidup, tidak punya kekuatan untuk tumbuh maju/meningkatkan taraf hidup.
Maka makna asal dari kata maskanah adalah: Diam, tidak berkembang maju, alias STAGNAN.
Nah, stagnasi alias kemadegan dalam pertumbuhan peradaban dan keberadaban manusia itulah yang Allah timpakan kepada kaum fasiqien ini.
Itulah fenomena faktual yang ada. Kaum Muslimin sedunia yang tersebar dari Maroko sampai Merauke tidak maju-maju, boro-boro bangkit.
Kalau keadaan yang lebih baik dari masa lalu dibidang kehidupan ekonomi dalam batas tertentu, itu mah fenomena alamiah, kemajuan karena terbawa aliran zaman. Bukan prestasi.
Adapun sisi keunggulan, lebih khoer dari kaum lain, nyata sekali semakin jauh ketinggalan, sehingga masuk dalam kategori TERBELAKANG.
Masih ada satu topik bahasan lagi pada ayat diatas, yaitu: Mengapa semua ini bisa terjadi? Apa saja penyebabnya?