Pernah dengar seorang Kyai bertutur di podium dengan agak emosi: "Memang benar bahwa Risalah Allah itu tidak terputus alias jal...
Pernah dengar seorang Kyai bertutur di podium dengan agak emosi: "Memang benar bahwa Risalah Allah itu tidak terputus alias jalan terus. Tetapi setelah Rosulullah Muhammad wafat, pengemban risalah selanjutnya adalah para Ulama, bukan seseorang BERPANGKAT ROSUL".
Semua hadirin tepuk tangan atas penjelasan kyai tentang ROSUL. Benarkah seperti itu tentang ROSUL? Mari coba kita telusuri menurut Al Quran.
Poin yang ingin kami soroti dan luruskan adalah bahwa: NABI dan ROSUL itu, bukan jabatan, pangkat ataupun gelar. Dengan alasan:
1. Allah (dalam Al Quran) tidak pernah menyebutkan Nabi maupun Rosul itu dirangkai dengan namanya. Misal: Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Zakariya, Rosul Nuh, Rosul Muhammad dan sebagainya.
1. Allah (dalam Al Quran) tidak pernah menyebutkan Nabi maupun Rosul itu dirangkai dengan namanya. Misal: Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Zakariya, Rosul Nuh, Rosul Muhammad dan sebagainya.
Sebab yang namanya pangkat, gelar atau jabatan itu biasa disebutkan berangkai dengan namanya. Penyebutan Nabi dan Rosul seperti di atas itu hanya kebiasaan kita saja, karena beranggapan seperti anggapan Pak Kyai tadi, "BERPANGKAT ROSUL".
Sehingga kita menyebutkannya sebagaimana kita menyebutkan gelar atau pangkat, seperti: Kopral Jono, Jendral De Cock, Dr. Cipto Mangunkusumo, Presiden Obama, Gubernur Ratu Atut, dan lain-lain.
2. Gelar, pangkat atau jabatan itu diberikan oleh pihak tertentu yang memiliki kewenangan. Ditandai secara formal definitif, seperti penyerahan SK atau piagam, pelantikan, penobatan dan sebagainya.
Jika Nabi dan Rosul itu merupakan pangkat atau jabatan, maka hanya Allah yang berwenang memberikannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
Tetapi tidak didapat satu titikpun dalam Al Quran, yang mengisahkan suatu event atau pernyataan, dimana Allah menetapkan, mengangkat, menobatkan, melantik dan sebagainya, seseorang sebagai Nabi atau Rosul.
Yang ada, Allah hanya menyebut atau memanggil seseorang sebagai atau dengan sebutan Nabi atau Rosul. Misalnya: "dia itu seorang Nabi", "Muhammad itu Rosulullah", "Hai Nabi", "Hai Rosul" dan sebagainya.
Atau yang berupa event tertentu hanya/sebatas "membangkitkan/memunculkan". Dan itu pengungkapan hakikat, yang fenomenanya: "bangkit/muncul".
Kalau begitu, lantas apa itu Nabi dan Rosul?
Ups. Tahan dulu.
"Ajian" yang paling kami cari adalah ajian untuk tidak bisa ditipu orang (dalam urusan Dienullah). Dan Alhamdulillah kami semakin pede untuk tidak bisa ditipu orang. Tinggal yang kami takutkan adalah tertipu oleh kebodohan diri sendiri, dan lebih takut lagi kalau kami menipu orang, karena itu berarti kami ini syetan, naudzubillah.
Kalau suatu waktu kami sadari bahwa kami telah tertipu, maka kami tidak akan menyalahkan siapapun, selain kebodohan diri sendiri.
So, bahasannya segitu dulu, jangan banyak-banyak dulu, insyaallah nanti dilanjutkan. Silakan baca, cermati, analisa, renungkan, jika salah atau menipu, tolong kami dari apa yang sangat kami takuti, yaitu, menipu orang. Ingatkan kami, akan kami koreksi lagi lalu mohon ampunan Allah.
Mari kita saling menjaga untuk tetap berada di Jalan Keselamatan.