Tiga Golongan Manusia

SHARE:

Pada mulanya para Malaikat sempat risau dan merasa khawatir ketika dikabari Allah bahwa manusia akan dijadikan Khalifah (makhluk and...

tiga-golongan-manusia

Pada mulanya para Malaikat sempat risau dan merasa khawatir ketika dikabari Allah bahwa manusia akan dijadikan Khalifah (makhluk andalan) Allah di bumi. Karena setahu mereka, manusia itu sejenis makhluk yang rakus, suka memangsa dan merusak, bahkan suka saling bunuh sesamanya, benar-benar dholim dan bodoh. Bagaimana mungkin mereka mampu mengemban amanah yang demikian besar dan berat. Padahal mereka (Malaikatl) selama ini selalu bertasbih dan bertahmid kepada Allah.

وَإِذۡ قَالَ رَبُّكَ لِلۡمَلَـٰٓٮِٕكَةِ إِنِّى جَاعِلٌ۬ فِى ٱلۡأَرۡضِ خَلِيفَةً۬‌ۖ قَالُوٓاْ أَتَجۡعَلُ فِيہَا مَن يُفۡسِدُ فِيہَا وَيَسۡفِكُ ٱلدِّمَآءَ وَنَحۡنُ نُسَبِّحُ بِحَمۡدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ‌ۖ

“Ingatlah ketika Robb-mu berkata kepada para Malaikat: ”Aku akan jadikan di bumi seorang kholifah. Meraka berkata: Apakah akan Engkau Jadikan Kholifah di bumi orang yang suka membuat kerusakan di bumi itu dan menumpahkan darah? Sedangkan kami selalu bertasbih kepada-Mu dengan selalu memuji dan mensucikan-Mu ? ...” (Al Baqoroh : 30)

Sepertinya, apa yang dilihat malaikat itulah karakter manusia yang paling dasar dan merupakan sifat bawaan. Itulah kedholiman dan kebodohan yang merupakan kelemahan manusia dan mengecilkan harapan akan keberhasilannya mengemban amanah sebagai Khalifah Allah di muka bumi.

Tapi kemudian, setelah Allah "mentransfer” atau “menginstalkan” berbagai “karakter Robbani” (“Al Asma`a”) kepada Adam yang menumbuhkan kemampuan untuk mengakses ILMU, kemudian suatu waktu Allah memerintahkan Adam untuk presentasi di depan para Malaikat, maka mereka pun mengakui keunggulan Adam, bersikap hormat kepadanya dan siap melayani berbagai keperluannya. Dengan kata lain Para Malaikat siap untuk sujud kepada Adam.

Namun demikian, karakter dan ilmu yang ditransferkan itu tidak berarti menghilangkan sifat bawaan yang telah ada, melainkan hanya meredam dan menetralisir atau menjadi penyeimbang.

Dholim dan jahil adalah sifat bawaan manusia yang diturunkan secara genetik, sedang Ilmu adalah milik Allah yang manusia diberi akses untuk bisa memperolehnya sedikit saja, jika ia berusaha untuk itu. Dengan demikian, jika manusia tidak berusaha mendapatkannya, maka hanya sifat bawaan itulah yang ada pada dirinya, dholuuman – jahuulan.

وَٱللَّهُ أَخۡرَجَكُم مِّنۢ بُطُونِ أُمَّهَـٰتِكُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ شَيۡـًٔ۬ا وَجَعَلَ لَكُمُ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡأَبۡصَـٰرَ وَٱلۡأَفۡـِٔدَةَ‌ۙ لَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun. Lalu Dia jadikan untuk kamu pendengaran, penglihatan dan af`idah (pikiran dan perasaan), mudah-mudahan kamu bersyukur.” (An Nahl : 78)

Mudah-mudahan kamu bersyukur. Ini berarti bahwa manusia bisa mendapatkan dan merasakan kenikmatan yang akan dia syukuri, jika ia menggunakan pendengaran, penglihatan, pikiran dan perasaan secara benar dan seimbang guna meraih ilmu, dan seterusnya. Sebaliknya, tanpa begitu manusia akan lebih rendah dari binatang, dan mengalami penderitaan di neraka.

وَلَقَدۡ ذَرَأۡنَا لِجَهَنَّمَ ڪَثِيرً۬ا مِّنَ ٱلۡجِنِّ وَٱلۡإِنسِ‌ۖ لَهُمۡ قُلُوبٌ۬ لَّا يَفۡقَهُونَ بِہَا وَلَهُمۡ أَعۡيُنٌ۬ لَّا يُبۡصِرُونَ بِہَا وَلَهُمۡ ءَاذَانٌ۬ لَّا يَسۡمَعُونَ بِہَآ‌ۚ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ كَٱلۡأَنۡعَـٰمِ بَلۡ هُمۡ أَضَلُّ‌ۚ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلۡغَـٰفِلُونَ

“Sungguh Kami afkir untuk jadi pengisi neraka kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka punya hati tapi tidak mau memahami dengan hatinya itu, mereka punya mata tapi tidak mau melihat dengan matanya itu dan mereka punya kuping tapi tidak mau mendengar. Mereka itu seperti ternak, bahkan mereka lebih sesat. Itulah mereka yang lalai.” (Al A’rof : 179)

“Mereka lebih sesat dari binatang”. Ini bukan sumpah serapah. Karena memang binatang tidak jahil. Binatang sudah “tahu” peran apa yang harus mereka jalankan di bumi, apa yang Allah titahkan kepada mereka. Dan mereka selalu menjalaninya dengan patuh, konsisten. Mereka tidak pernah merusak kesucian dan kebesaran Asma Allah.

أَلَمۡ تَرَ أَنَّ ٱللَّهَ يُسَبِّحُ لَهُ ۥ مَن فِى ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَٱلطَّيۡرُ صَـٰٓفَّـٰتٍ۬‌ۖ كُلٌّ۬ قَدۡ عَلِمَ صَلَاتَهُ ۥ وَتَسۡبِيحَهُ ۥ‌ۗ وَٱللَّهُ عَلِيمُۢ بِمَا يَفۡعَلُونَ

“Tidakkah kamu melihat bahwa Allah itu, kepada-Nya bertasbih mereka yang di langit dan di bumi, bahkan burung-burung dengan mengepakkan sayapnya. Mereka telah mengetahui sholat dan tasbihnya masing-masing. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka lakukan.” (An Nur : 41)

Hal penting yang mesti selalu diingat adalah bahwa Ilmu itu hanya milik Allah (sebagian Theolog menyebutnya sebagai salah satu “sifat Allah”, maka menyatu –melekat– pada Dzat-Nya). Ilmu adalah pengetahuan tentang segala yang berkaitan dengan apa yang ada dan terjadi di seluruh dimensi alam ini. Bukan sesuatu yang dikarang atau diada-adakan orang. Manusia hanya bisa menemukan sebagian kecil Ilmu Allah, dengan membaca dan meneliti berbagai hal yang merupakan perwujudan dari Ilmu Allah itu sendiri, berupa segala apa yang ada dan terjadi, dengan segala tabi’at, hukum dan fenomena di dalamnya. Dan itulah yang disebut “Ayat-ayat Allah”.

Akan tetapi manusia itu lemah dan penuh keterbatasan. Mereka sering lupa, lengah, keliru, tersamar, dan sebagainya. Daya liput panca indera dan akalnya pun terbatas, terlebih lagi terhadap dimensi waktu, apa yang akan ada dan terjadi esok dan seterusnya? Manusia betul-betul kegelapan, mereka hanya bisa menduga dan memperkirakan. Sehinga banyak hal yang luput dari pengamatan dan pemikiran mereka.

Sekian banyaknya kelemahan manusia tersebut, betul-betul rentan akan kekeliruan dalam memahami apa yang sebenarnya ada dan terjadi. Ditambah pula dengan keterbatasan dan keragaman bahasa yang digunakan manusia dalam proses berpikir dan merumuskan hasilnya (kesimpulan atau pemahaman mereka) dan menyebar-luaskan di dalam kehidupan masyarakat. Akan memperbesar lagi kemungkinan kekeliruan dan deviasi pemahaman.

Satu fakta lagi, panca indera manusia hanya bisa membaca fenomena dari apa yang tampak ada dan terjadi, dan tidak mampu menembus sampai hakikat di balik itu, yakni apa yang sebenarnya ada dan terjadi itu.

Sebagai contoh, manusia melihat (dan/atau mengatakan?): hujan turun dari langit ke bumi, angin bertiup, awan beredar dan sebagainya. Padahal di sisi lain manusia juga melihat bahwa air, udara dan awan itu benda-benda mati bukan mahluk hidup. Dan benda mati itu tidak bisa melakukan apapun. Tidak bisa turun, tidak bisa naik atau berjalan, apalagi dalam keteraturan yang begitu rapi dan serasi.

Maka sebenarnya akal sehat manusia harus menyimpulkan adanya “sesuatu” di balik segala fenomena lahiriyah yang tampak, yaitu keberadaan, posisi dan peranan Allah Robbul ‘Alamin, Sang Pencipta, Pemilik dan Penguasa alam semesta.

Atau mungkin penguasaan bahasa mereka yang kurang mampu mengungkapkan dan menangkap pikiran setepat-tepatnya. Maka ketika pikiran seseorang menemukan kebenaran (Ilmu) kemudian menyebarkan pemikirannya kepada orang banyak, dapat dipastikan terjadinya deviasi dan akhirnya penyimpangan. Maka bagaimanapun, manusia tidak akan mampu menemukan dan menembus hakikat yang lebih jauh lagi, yakni: Apa sebenarnya yang Allah kehendaki dengan penciptaan alam semesta ini, dengan keberadaan dan peranan manusia di dalamnya.

Dengan demikian apa yang Allah “transformasikan” (ta’limkan) kepada Adam dan telah mengobati kerisauan para Malaikat, belumlah cukup bagi manusia untuk kesiapan mereka mengemban Amanah-Nya. Kedholiman dan kejahilan tidak serta merta hilang karenanya. Tambahan pula, bahwa dalam keseluruhan “paket Sunnatullah” itu ada unsur syaithan yang justru mendorong manusia ke arah yang berlawanan dengan apa yang sebenarnya mereka harus mencapainya.

Demikianlah, setelah dita’lim segala “asma`” itu pun, kedholiman Adam dan istrinya tetap muncul juga. Mereka terpedaya iblis, dan terpuruk ke dalam keprihatinan. Dalam keadaan demikian dan tanpa “penanganan atau pembekalan” lebih lanjut, Adam bersama istrinya dilepas ke medan tugas di bumi. “Berangkat sajalah dulu, nanti petunjuk menyusul”. Seakan-akan demikian.

Namun ternyata potensi yang telah Allah tanamkan kepada Adam itu, cukup bisa membuat Adam tersadar akan kesalahannya, dan mampu “men-download” sejumlah petunjuk dari Allah dan melakukan koreksi diri, maka Allah pun memberi taubat kepadanya.

فَأَزَلَّهُمَا ٱلشَّيۡطَـٰنُ عَنۡہَا فَأَخۡرَجَهُمَا مِمَّا كَانَا فِيهِ‌ۖ وَقُلۡنَا ٱهۡبِطُواْ بَعۡضُكُمۡ لِبَعۡضٍ عَدُوٌّ۬‌ۖ وَلَكُمۡ فِى ٱلۡأَرۡضِ مُسۡتَقَرٌّ۬ وَمَتَـٰعٌ إِلَىٰ حِينٍ۬ (٣٦) فَتَلَقَّىٰٓ ءَادَمُ مِن رَّبِّهِۦ كَلِمَـٰتٍ۬ فَتَابَ عَلَيۡهِ‌ۚ إِنَّهُ ۥ هُوَ ٱلتَّوَّابُ ٱلرَّحِيمُ (٣٧) قُلۡنَا ٱهۡبِطُواْ مِنۡہَا جَمِيعً۬ا‌ۖ فَإِمَّا يَأۡتِيَنَّكُم مِّنِّى هُدً۬ى فَمَن تَبِعَ هُدَاىَ فَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡہِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ

“Maka syaithan mentergelincirkan mereka berdua dari surga itu, lalu mengeluarkan mereka dari apa yang mereka berdua di dalamnya. Dan Kami katakan: “Pergilah kamu semua, sebagian kamu adalah musuh bagi sebagian lainnya, dan bagi kamu di bumi ada tempat menetap dan kesenangan sampai suatu saat.” Lalu Adam mengakses beberapa kalimat (Ilmu) dari Robbnya, maka Diapun memberi taubat kepadanya, sesunguhnya Dia itu Maha Pemberi Taubat dan Maha Pengasih. Kami katakan: “Pergilah kalian semua darinya, manakala datang kepada kalian petunjuk dari-Ku, maka barangsiapa mengikuti petunjuk-Ku, tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan merekapun tidak bersedih hati” (Al Baqoroh : 36-38)

Demikianlah manusia. Di balik potensinya untuk mengakses dan menjalankan ilmu, sifat bawaannya yang buruk (dholim dan jahil) itu, mudah muncul ketika terstimulasi atau terprovokasi.

فَوَسۡوَسَ لَهُمَا ٱلشَّيۡطَـٰنُ لِيُبۡدِىَ لَهُمَا مَا وُ ۥرِىَ عَنۡہُمَا مِن سَوۡءَٲتِهِمَا وَقَالَ مَا نَہَٮٰكُمَا رَبُّكُمَا عَنۡ هَـٰذِهِ ٱلشَّجَرَةِ إِلَّآ أَن تَكُونَا مَلَكَيۡنِ أَوۡ تَكُونَا مِنَ ٱلۡخَـٰلِدِينَ

“Maka syetan menghasut mereka berdua untuk mencuatkan keburukan yang tersembunyi dari mereka berdua. Dan ia berkata: “Robb kalian (Allah) mencegahmu dari pohon ini tiada lain agar kalian tidak bisa menjadi Malaikat atau kalian tidak kekal (dalam posisi kalian)” (Al A’rof : 20)

Takut kehilangan posisi yang sudah diraih dan takut gagal meraih posisi (yang dikira) lebih baik, itulah yang rentan mencuatkan kedholiman manusia. Kemudian memalsukan keterangan atas Allah dan (sok tahu) latar belakang dari kebijakan (larangan Allah) rentan pula mencuatkan kebodohan mereka.

Tapi bagaimanapun adanya manusia, itu adalah dari konsep “desain” (fithrah) Allah Yang Maha Mangetahui Maha Bijaksana (“Aliimun Hakiem”). Kenyataan selanjutnya, sebagaimana diisyaratkan kepada Adam dan Istrinya ketika mereka dilepas ke bumi, karena KASIH dan SAYANG Allah menurunkan petunjuk (guide) dalam kemasan Kalamullah dan terhimpun dalam kitab-kitab-Nya, dan yang sempurna serta lestari sampai sekarang adalah Al Quran.

Dalam membaca Ayat-ayat Allah, manusia rentan keliru, tersalah dan tersesat karena:
  • Manusia sering lupa dan lengah, maka Al Quranlah ADZ DZIKR. Pengingat, Peringataan.
  • Manusia sering keliru dan tersamar atau kebingungan, maka Al Quran itulah AL BAYAN / AT TIBYAAN, AL FURQON. Penjelas, Pembeda.
  • Ketika pikiran dan nalar manusia mengalami kebuntuan dan kegelapan, maka Al Quran itulah AL HUDA, NUUR. Petunjuk, Penerang.
Pokoknya, sebagai wujud kasih sayang Allah, dalam Al Quran itulah terdapat SOLUSI (SYIFA) atas segala problem yang ada pada jiwa manusia.

وَنُنَزِّلُ مِنَ ٱلۡقُرۡءَانِ مَا هُوَ شِفَآءٌ۬ وَرَحۡمَةٌ۬ لِّلۡمُؤۡمِنِينَ‌ۙ وَلَا يَزِيدُ ٱلظَّـٰلِمِينَ إِلَّا خَسَارً۬ا

“Dan Kami menurunkan dari Al Quran itu, sesuatu yang merupakan penawar (solusi) dan rahmat bagi orang-orang Mukmin. Dan tidak menambah (berguna) bagi orang-orang dholim, kecuali kerugian.” (Al Isro : 82)

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلنَّاسُ قَدۡ جَآءَتۡكُم مَّوۡعِظَةٌ۬ مِّن رَّبِّڪُمۡ وَشِفَآءٌ۬ لِّمَا فِى ٱلصُّدُورِ وَهُدً۬ى وَرَحۡمَةٌ۬ لِّلۡمُؤۡمِنِينَ

“Wahai manusia sungguh telah datang kepadamu pengajaran dari Robbmu dan penawar (obat) untuk apa yang terdapat dalam hati, serta petunjuk dan rahmat bagi orang-orang Mukmin” (Yunus : 57)

Dalam dunia kesehatan pun, obat itu harus digunakan secara benar dan tepat, menurut ketentuan dari pembuatnya atau dokter yang kompeten untuk itu. Penggunaan tanpa aturan apalagi semaunya, akibatnya bisa fatal. Apalagi dengan penggunaan “Syifa Robbani” dengan kadar yang tak bisa diukur manusia dan yang berefek multi dimensi. Tentunya harus berdasarkan ketentuan dan pentujuk dari Allah satu-satunya Pemilik “hak paten” atas Al Quran itu sendiri.

Bahkan lebih dari itu, pihak Allah sajalah yang akan langsung mengoperasikan Al Quran itu antar hati-hati manusia, yakni menjalankan proses yang begitu unik dan konseptual (Sunnatullah) dalam menjadikan Al Quran, sebagai “Energi Robbani” (Ruh Min Amrillah) menjadi cahaya yang menerangi kehidupan manusia.

وَكَذَٲلِكَ أَوۡحَيۡنَآ إِلَيۡكَ رُوحً۬ا مِّنۡ أَمۡرِنَا‌ۚ مَا كُنتَ تَدۡرِى مَا ٱلۡكِتَـٰبُ وَلَا ٱلۡإِيمَـٰنُ وَلَـٰكِن جَعَلۡنَـٰهُ نُورً۬ا نَّہۡدِى بِهِۦ مَن نَّشَآءُ مِنۡ عِبَادِنَا‌ۚ وَإِنَّكَ لَتَہۡدِىٓ إِلَىٰ صِرَٲطٍ۬ مُّسۡتَقِيمٍ۬

“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamua suatu “Ruh” dari urusan Kami. (Sebelumnya) kamu tidak tahu (mengerti), apa Kitab ini, dan tidak mengerti pula apa iman itu. Akan tetapi Kami menjadikannya (ruh tersebut) cahaya, yang dengan itu Kami memberi petunjuk siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu (Rosul) benar-benar menyampaikan petunjuk ke Jalan Yang Lurus.” (Asy Syuro : 52)

Dari kenyataan yang terjadi, sebagai akibat atau konsekuensi logis dari bagaimana orang-orang memposisikan dirinya terhadap Al Quran, atau dengan kata lain, bagaimana seseorang mensikapi Al Quran, muncul dan teridentifikasi TIGA GOLONGAN MANUSIA, sebagaimana tersebut dalam ayat terakhir Surat Al Fatihah, yaitu:
  • Mereka yang diberi nikmat oleh Allah (ٱلَّذِينَ أَنۡعَمۡتَ عَلَيۡهِمۡ)
  • Mereka yang dimurkai (ٱلۡمَغۡضُوبِ عَلَيۡهِمۡ)
  • Mereka yang tersesat (ٱلضَّآلِّينَ)
Lebih jauh, ketiga golongan tersebut diatas teridentifikasi sebagai berikut:

ORANG-ORANG YANG TELAH ALLAH BERI NIKMAT (ٱلَّذِينَ أَنۡعَمۡتَ عَلَيۡهِمۡ)

Yaitu mereka yang telah mendapatkan hidayah Allah, sebagai hasil dari membuka penglihatan, pendengaran, hati dan pikiran secara cermat dan bersih, mereka berkiprah dan berjihad di satu pihak yang sama, yakni Pihak Allah, bersama-sama dan sambung menyambung dari generasi ke generasi, mengemban satu missi yaitu Amanah Alah.

Mereka itulah para Nabi, Shiddiqien (yang membenarkan dan menepati kebenaran), Syuhada (yang bersaksi dan tersaksikan) dan Sholihin (aktivis/pekerja profesional). Dan tergolongkan dengan mereka, adalah mereka yang benar-benar mentaati Allah dan Rosul.

وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ فَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ مَعَ ٱلَّذِينَ أَنۡعَمَ ٱللَّهُ عَلَيۡہِم مِّنَ ٱلنَّبِيِّـۧنَ وَٱلصِّدِّيقِينَ وَٱلشُّہَدَآءِ وَٱلصَّـٰلِحِينَ‌ۚ وَحَسُنَ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ رَفِيقً۬ا

“Dan barang siapa yang mentaati Allah dan Rosul, maka mereka itu bersama orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, dari para Nabi, Shiddieqien, Syuhada dan Sholihin. Dan mereka itulah teman sebaik-baiknya.” (An Nisa : 69)

ORANG-ORANG YANG DIMURKAI (ٱلۡمَغۡضُوبِ عَلَيۡهِمۡ)

Orang-orang yang termasuk ke dalam golongan orang-orang yang dimurkai ini adalah orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Allah, kafir terhadap Allah, tidak percaya akan adanya Hari Akhir sebagi hari pembalasan. Mereka menjalani hudup hanya berdasarkan kepada pemikiran sendiri (manusia) dengan mengabaikan petunjuk dan ketentuan-ketentuan dari Allah. Sama sekali tidak berpikir akan adanya tugas atau Amanah yang Allah pikulkan kepada mereka, dan akan diminta pertanggungjawabannya di Hari Akhir.

وَقَالُوٓاْ إِنۡ هِىَ إِلَّا حَيَاتُنَا ٱلدُّنۡيَا وَمَا نَحۡنُ بِمَبۡعُوثِينَ (٢٩) وَلَوۡ تَرَىٰٓ إِذۡ وُقِفُواْ عَلَىٰ رَبِّہِمۡ‌ۚ قَالَ أَلَيۡسَ هَـٰذَا بِٱلۡحَقِّ‌ۚ قَالُواْ بَلَىٰ وَرَبِّنَا‌ۚ قَالَ فَذُوقُواْ ٱلۡعَذَابَ بِمَا كُنتُمۡ تَكۡفُرُونَ

“Dan mereka berkata: “Hidup ini tiada lain hanyalah hidup kita di dunia ini, dan kita tidak akan dibangkitkan. Kalau saja kamu melihat ketika mereka dihadapkan kepada Robb mereka, Allah berkata: “Bukankah ini benar?” Mereka berkata: “ benar, demi Tuhan”. Allah berkata pula: “Rasakanlah adzab disebabkan apa yang kamu ingkari” (Al An’am : 29-30)

Kalaupun mereka beragama dan mau “mengerjakan ibadah”. Itu hanya karena mengikuti orang-orang banyak, dan telah menjadi salah satu atribut keberadaban manusia. Bagi mereka, beragama atau beribadah sekedar aksesoris kehidupan, untuk menjaga citra diri di lingkungannya.

وَمَا كَانَ صَلَاتُہُمۡ عِندَ ٱلۡبَيۡتِ إِلَّا مُڪَآءً۬ وَتَصۡدِيَةً۬‌ۚ فَذُوقُواْ ٱلۡعَذَابَ بِمَا كُنتُمۡ تَكۡفُرُونَ

“Sholat mereka di mesjid itu, tiada lain hanyalah siulan dan tepuk tangan. Maka rasakanlah adzab disebabkan kamu kufur.” (Al Anfaal : 35)

Termasuk pula golongan yang dimurkai Allah, yaitu mereka yang walaupun percaya akan adanya kehidupan di Hari Akhir, dan Hari Pembalasan, namun mereka tidak peduli. Mereka lebih didominasi oleh kedholiman dan hawa nafsunya. Mereka berbuat semaunya, tidak peduli akan nilai-nilai moral atupun hukum.

وَضُرِبَتۡ عَلَيۡهِمُ ٱلذِّلَّةُ وَٱلۡمَسۡڪَنَةُ وَبَآءُو بِغَضَبٍ۬ مِّنَ ٱللَّهِ‌ۗ ذَٲلِكَ بِأَنَّهُمۡ كَانُواْ يَكۡفُرُونَ بِـَٔايَـٰتِ ٱللَّهِ وَيَقۡتُلُونَ ٱلنَّبِيِّـۧنَ بِغَيۡرِ ٱلۡحَقِّ‌ۗ ذَٲلِكَ بِمَا عَصَواْ وَّڪَانُواْ يَعۡتَدُونَ

“...kepada mereka ditimpakan kehinaan dan kemiskinan, dan mereka mendapat murka Allah. Hal itu disebabkan mereka menginkari ayat-ayat Allah dan membunuh (memerangi) Nabi-nabi tanpa hak. Itulah akibat kedurhakaan mereka dan mereka selalu melanggar batas (over acting).” (Al Baqoroh : 61)

ضُرِبَتۡ عَلَيۡہِمُ ٱلذِّلَّةُ أَيۡنَ مَا ثُقِفُوٓاْ إِلَّا بِحَبۡلٍ۬ مِّنَ ٱللَّهِ وَحَبۡلٍ۬ مِّنَ ٱلنَّاسِ وَبَآءُو بِغَضَبٍ۬ مِّنَ ٱللَّهِ وَضُرِبَتۡ عَلَيۡہِمُ ٱلۡمَسۡكَنَةُ‌ۚ ذَٲلِكَ بِأَنَّهُمۡ كَانُواْ يَكۡفُرُونَ بِـَٔايَـٰتِ ٱللَّهِ وَيَقۡتُلُونَ ٱلۡأَنۢبِيَآءَ بِغَيۡرِ حَقٍّ۬‌ۚ ذَٲلِكَ بِمَا عَصَواْ وَّكَانُواْ يَعۡتَدُونَ

“Ditimpakan kepada mereka kehinaan dimanapun mereka berada, kecuali dengan (berpegang kepada) tali (peraturan) dari Allah dan tali (peraturan) dari manusia. Dan mereka kembali dengan murka dari Allah serta ditimpakan kepada mereka kemiskinan. Hal itu disebabkan mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah serta membunuh (memerangi) Nabi-nabi tanpa hak. Itulah akibat kedurhakaan mereka dan mereka selalu melanggar batas (over acting).” (Ali Imron : 112)

ORANG-ORANG YANG TERSESAT (ٱلضَّآلِّينَ)

Orang-orang yang tersesat adalah mereka yang percaya bahwa ada sesuatu yang harus mereka berhasil dapatkan dalam kehidupan akhirat, yaitu surga tempat kenikmatan yang abadi. Dan merekapun sangat berharap untuk bisa mendapatkannya. Mereka tetap berhasrat untuk berbuat kebaikan dan mendapat keselamatan dunia akhirat. Tapi mereka mengabaikan ayat-ayat dan petunjuk Allah. Mereka telah merasa baik dan benar, padahal mereka tidak memiliki pengetahuan yang benar tentang itu. Mereka lebih mengikuti emosi/perasaan dan persangkaan bahwa leluhur mereka dan orang banyak tak mungkin salah jalan.

Dengan tegas Allah menyatakan bahwa segala amal perbuatan mereka yang demikian itu akan hapus dan sia-sia.

ذَٲلِكَ هُدَى ٱللَّهِ يَہۡدِى بِهِۦ مَن يَشَآءُ مِنۡ عِبَادِهِۦ‌ۚ وَلَوۡ أَشۡرَكُواْ لَحَبِطَ عَنۡهُم مَّا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ

“Itulah petunjuk Allah yang dengan itu Dia menunjuki (memandu) siapa yang dia kehendaki diantara hamba-hamba-Nya. Kalau mereka mempersekutukan (mengambil petunjuk yang lain) hapuslah segala apa yang mereka kerjakan”. (Al An’am : 88)

وَإِن تُطِعۡ أَڪۡثَرَ مَن فِى ٱلۡأَرۡضِ يُضِلُّوكَ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ‌ۚ إِن يَتَّبِعُونَ إِلَّا ٱلظَّنَّ وَإِنۡ هُمۡ إِلَّا يَخۡرُصُونَ

“Jika kamu mengikuti kebanyakan manusia di muka bumi, pasti mereka akan menyesatkanmu dari Jalan Allah, mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka hanyalah mengada-ada. Sesungguhnya Rabb-mu, Dia lebih mengetahui siapa yang menyesat dari jalan-Nya, dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang menepati petunjuk”. (Al An’am : 116)

قُلۡ هَلۡ نُنَبِّئُكُم بِٱلۡأَخۡسَرِينَ أَعۡمَـٰلاً (١٠٣) ٱلَّذِينَ ضَلَّ سَعۡيُہُمۡ فِى ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَهُمۡ يَحۡسَبُونَ أَنَّہُمۡ يُحۡسِنُونَ صُنۡعًا (١٠٤) أُوْلَـٰٓٮِٕكَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ بِـَٔايَـٰتِ رَبِّهِمۡ وَلِقَآٮِٕهِۦ فَحَبِطَتۡ أَعۡمَـٰلُهُمۡ فَلَا نُقِيمُ لَهُمۡ يَوۡمَ ٱلۡقِيَـٰمَةِ وَزۡنً۬

“Katakanlah!: Maukah Kami beritahu tentang orang yang paling merugi dalam beramal? Yaitu mereka yang menyesat amal perbuatannya dalam kehidupan di dunia, sedangkan mereka mengira telah melakukan yang sebaik-baiknya. Itulah mereka yang mengingkari (tidak peduli) akan ayat-ayat dari Robb mereka dan akan pertemuan dengan-Nya. Maka hapuslah amal-amal mereka, dan pada hari kiamat Kami tidak akan menggelar mizan (penilaian) bagi mereka”. (Al Kahfi : 103-105)

Mereka dikatakan sebagai orang yang paling merugi, berarti lebih merugi dari golongan kedua, yaitu orang-orang yang dimurkai yang selalu durhaka dan melanggar batas. Betapa tidak, karena mereka telah banyak beramal, dan untuk itu tidak jarang mereka berkorban banyak hal. Tentunya mereka lebih merugi daripada orang yang tidak berbuat apa-apa selain untuk kesenangan dan kepuasan hawa nafsunya.

Tambahan pula, bahwa orang yang termasuk golongan kedua (dimurkai), relatif lebih terbuka kemungkinan untuk suatu saat mereka sadar ingin bertobat. Karena betapapun, hati nurani mereka mengakui bahwa perbuatannya itu salah, jahat dan sebagainya.

Lain halnya dengan orang yang tersesat, mereka tidak menyadari bahwa jalan yang diambilnya itu salah. Sedangkan sampai atau tidaknya ke tujuan yang diinginkan, baru akan diketahui setelah kematian nanti. Ini jauh lebih berbahaya.

Ketika seseorang keliru atau salah mengambil jalan, berarti dia telah menyalahi kebenaran. Maka semakin ia melangkah di jalan itu, ia akan semakin menjauhi kebenaran tersebut. Apalagi jika langkahnya itu melaju kencang, ia akan semakin jauh dan jauh lagi dari kebenaran itu, dan semakin sulit kembali.

Ibarat seseorang yang sedang memproduksi suatu pesanan yang akan dibayar pihak tertentu, kalau dia menyalahi konsep pesanan dan tidak menyadarinya, maka semakin banyak ia memproduksi, akan semakin besar kerugian yang diderita.

Oleh sebab itu, sepanjang menempuh perjalanan, yang penuh dengan tikungan, belokan, percabangan dan sebagainya, tidak boleh sedikitpun lengah. Setiap menjumpai atau merasakan sesuatu yang janggal atau tidak cocok dengan petunjuk, atau ada orang yang mengingatkan kalau jalannya itu salah. Jangan terus keasyikan melaju. Segera baca dan baca lagi petunjuk, sebelum penyimpangan semakin jauh, kusut dan sulit diluruskan lagi.

Tidak akan dipersalahkan atau dituntut hukum orang yang mendengar sesuatu, walaupun yang didengarnya itu suatu kebohongan, kepalsuan atau apapun. Sebaliknya, akan dipersalahkan dan diminta pertangungjawaban orang yang membenarkan sesuatu yang sebenarnya salah atau bohong, apalagi menjadikannya sebagai dasar atau alasan untuk melakukan sesuatu. Juga salah sekali jika seseorang tidak mau mendengar, bahkan menolak kebenaran.

Pasti benarnya apa yang Allah katakan bahwa orang yang sehat akal dan hatinya (Ulul Albaab) yang gandrung akan keselamatan di Hari Akhir, tidak akan pernah menutup mata, telinga, akal dan hatinya, dari sekecil apapun tanda-tanda dan isyarat kebenaran.

ٱلَّذِينَ يَسۡتَمِعُونَ ٱلۡقَوۡلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحۡسَنَهُ ۥۤ‌ۚ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ ٱلَّذِينَ هَدَٮٰهُمُ ٱللَّهُ‌ۖ وَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمۡ أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَـٰبِ

“Orang-orang yang mendengarkan perkataan dan mengikuti yang terbaik diantaranya, itulah orang-orang yang Allah memberi hidayah kepada mereka, dan mereka itulah Ulul Albaab”. (Az Zumar : 18)

Itulah tiga golongan manusia yang selalu diingatkan kepada kita dalam Surat Al Fatihah yang selalu dibaca setiap hari, paling tidak, dalam sholat. Kita selalu merintih dan memohon kepada Allah agar tidak sampai termasuk golongan kedua maupun ketiga.

ٱهۡدِنَا ٱلصِّرَٲطَ ٱلۡمُسۡتَقِيمَ (٦) صِرَٲطَ ٱلَّذِينَ أَنۡعَمۡتَ عَلَيۡهِمۡ غَيۡرِ ٱلۡمَغۡضُوبِ عَلَيۡهِمۡ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ

“Tunjukkanlah kami ke Jalan Yang Rurus
Yaitu jalannya orang-orang yang Engkau telah beri ni’mat kepada mereka.
Bukan jalannya mereka yang Engkau murkai.
Tidak pula jalan mereka yang tersesat”
Name

Dakwah Ilallah,12,Jalan Keselamatan,7,Jurnal Roqim,1,Kajian Lepas,42,Manhaj Risalah,12,
ltr
item
Ini Islam: Tiga Golongan Manusia
Tiga Golongan Manusia
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh7EYmP2pi4COxSDyOcMaaOLVvqxVrjRWUAo-5RHVcgwneDEGUDKVWUN10U5XA1wd2E-ANVDScihYhNMUToJTdVpqFYD828yoyavA69pIOXlL4L5wv92rgTa5PbsmFAiqGsdy7bJXh2rec/s640/tiga-golongan-manusia.png
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh7EYmP2pi4COxSDyOcMaaOLVvqxVrjRWUAo-5RHVcgwneDEGUDKVWUN10U5XA1wd2E-ANVDScihYhNMUToJTdVpqFYD828yoyavA69pIOXlL4L5wv92rgTa5PbsmFAiqGsdy7bJXh2rec/s72-c/tiga-golongan-manusia.png
Ini Islam
http://www.iniislam.net/2017/01/tiga-golongan-manusia.html
http://www.iniislam.net/
http://www.iniislam.net/
http://www.iniislam.net/2017/01/tiga-golongan-manusia.html
true
7017169815549685310
UTF-8
Loaded All Posts Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS PREMIUM CONTENT IS LOCKED STEP 1: Share to a social network STEP 2: Click the link on your social network Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy Table of Content