Para Ulama Adalah Pewaris Para Nabi

SHARE:

Kiranya semua orang pun tahu apa yang dimaksud “Pewaris” itu. Misalnya saja: “Putra Mahkota itu pewaris tahta kerajaan” artinya jika Raja wafat maka Sang Putra Makota itulah yang selanjutnya menempati posisi, fungsi dan peranan Raja.

para-ulama-adalah-pewaris-para-nabi

Sehubungan dengan fenomena yang mengesankan adanya kontradiksi yang “membingungkan” pada artikel Konsep Kenabian Dan Kerosulan, maka sebagai penguak kebingungan tersebut, dikabarkan bahwa Rosulullah Muhammad sempat mengisyaratkan suatu petunjuk, yaitu: “الْعُلُمَاءُ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ” (para ulama itu adalah pewaris para nabi).

Kiranya semua orang pun tahu apa yang dimaksud “Pewaris” itu. Misalnya saja: “Putra Mahkota itu pewaris tahta kerajaan” artinya jika Raja wafat maka Sang Putra Makota itulah yang selanjutnya menempati posisi, fungsi dan peranan Raja. Dengan kata lain Sang Putra Mahkota naik tahta menjadi Raja. Tentunya bukan hanya mau mengenakan mahkota dan atribut kebesaran Raja itu saja, sedangkan perilaku dan kegiatannya sehari-hari, tetap asyik dalam dunia yang kadung dinikmatinya, tidak peduli dengan urusan kerajaannya.

Maka terkait dengan pewarisan Nabi itu, setiap orang yang merasa mempunyai setakaran ilmu, apalagi jika sudah disebut Ulama (Ulama itu artinya: “orang yang berilmu”) tentunya dia wajib mengetahui sejelas-jelasnya tentang posisi, fungsi, peranan, kewajiban dan tanggung jawab para Nabi itu seperti apa. Dan tentu saja mereka mengetahuinya. Orang berilmu.

Terkait keberadaan Para Nabi yang dikisahkan dalam Al Quran, terdapat petunjuk bahwa sehubungan dengan Risalah yang digelarnya-Nya di bumi, Allah menyediakan dua pilihan untuk Para Nabi, yaitu:

PILIHAN PERTAMA

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلنَّبِىُّ إِنَّآ أَرۡسَلۡنَـٰكَ شَـٰهِدً۬ا وَمُبَشِّرً۬ا وَنَذِيرً۬ا (٤٥) وَدَاعِيًا إِلَى ٱللَّهِ بِإِذۡنِهِۦ وَسِرَاجً۬ا مُّنِيرً۬ا
  • Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengandalkanmu untuk menjadi saksi, pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan,
  • dan sebagai penyeru ke pihak Allah dengan izin-Nya dan untuk menjadi lampu yang memancarkan cahaya. (Al Ahzab : 45-46)
Para Nabi itulah yang diandalkan Allah untuk mengemban risalah-Nya (menjalankan peran Rosul/tampil berkiprah sebagai Rosul), dengan deskripsi tugasnya meliputi:
  1. Menjadi saksi atas penyerahan diri dan ketundukan orang-orang Mukmin ke dalam Dienullah, Dienul Islam (Dengan kata lain: “melegalisasi ke-Musliman seseorang”) sebagaimana paparan di atas tentang kesaksian.
  2. Menyampaikan kabar gembira (motivasi) dan peringatan (warning), yang implementasinya berupa perintah dan larangan yang wajib ditaati oleh setiap Muslim yang mengikutinya dan disaksikannya itu.
  3. Jika ia siap mengemban peran pembawa Risalah itulah Allah memberi mandat (izin) kepadanya untuk menjadi penyeru (pendakwah) ke pihak Allah, dan memimpin para pengikutnya beribadah di Jalan Allah.
  4. Siap “berpanas-panas” sebagai lampu yang memancarkan cahaya. Yakni pengkonversi Kitabullah menjadi cahaya petunjuk yang menerangi jalan hidup bersama para pengikutnya (mengeluarkan manusia dari kegelapan, berhenti meyakini sesuatu hanya berdasar pendengaran).
Layak bagi kesucian dan kesempurnaan Kitabullah, seruan Allah kepada Nabi tersebut di atas, tetap segar, up to date dan berlaku abadi sebagai sebuah seruan. Tidak berubah status menjadi “kisah masa lalu” (“Asathirul Awwalin”). Maka sangat tidak patut jika orang-orang yang mengetahui adanya seruan tersebut hanya berdiam diri saja, dan dalam hatinya berkata: “biarkan saja seruan itu, sudah tidak berlaku, itu urusan zaman dahulu, sekarang kan sudah tidak ada Nabi”.

Agar manusia tidak menistakan seruan dari Kalamullah tersebut di atas karena kebodohan mereka, karena itulah kiranya Rosulullah mengisyaratkan bahwa Para Ulamalah pewaris Para Nabi yang harus turun tangan dan menyediakan diri untuk menyambut dan merespon seruan tersebut, dengan segala konsekuensinya.

PILIHAN KEDUA

Allah yang Maha Berilmu dan Maha Tepat-Segala (Aliemun Hakiem), tentunya mengetahui bahwa tidak semua orang yang berilmu (ulama) memiliki kesiapan dan kesempatan untuk menangani amanah risalah di atas, atau mungkin juga ada yang sudah bergerak lebih dulu, sementara itu tidak boleh terjadi perselisihan sedikitpun terkait Kitabulah, apalagi perpecahan melanda Ummat Islam, maka Allah menyediakan pilihan kedua bagi Para Nabi yaitu:

وَإِذۡ أَخَذَ ٱللَّهُ مِيثَـٰقَ ٱلنَّبِيِّـۧنَ لَمَآ ءَاتَيۡتُڪُم مِّن ڪِتَـٰبٍ۬ وَحِكۡمَةٍ۬ ثُمَّ جَآءَڪُمۡ رَسُولٌ۬ مُّصَدِّقٌ۬ لِّمَا مَعَكُمۡ لَتُؤۡمِنُنَّ بِهِۦ وَلَتَنصُرُنَّهُ ۥ‌ۚ قَالَ ءَأَقۡرَرۡتُمۡ وَأَخَذۡتُمۡ عَلَىٰ ذَٲلِكُمۡ إِصۡرِى‌ۖ قَالُوٓاْ أَقۡرَرۡنَا‌ۚ قَالَ فَٱشۡہَدُواْ وَأَنَا۟ مَعَكُم مِّنَ ٱلشَّـٰهِدِينَ (٨١) فَمَن تَوَلَّىٰ بَعۡدَ ذَٲلِكَ فَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلۡفَـٰسِقُونَ (٨٢) أَفَغَيۡرَ دِينِ ٱللَّهِ يَبۡغُونَ وَلَهُ ۥۤ أَسۡلَمَ مَن فِى ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضِ طَوۡعً۬ا وَڪَرۡهً۬ا وَإِلَيۡهِ يُرۡجَعُونَ
  • Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji Para Nabi: "Sungguh, apapun (seberapapun) bagian dari Kitab dan Hikmah yang Aku berikan kepadamu, kemudian datang kepadamu seseorang yang mengemban Risalah (Rasul) yang membenari (tidak menyalahi) apa yang ada padamu (Kitab dan Hikmah itu), sungguh kamu akan benar-benar beriman kepadanya dan membelanya. Allah berkata: "Maukah kamu berikrar dan menjadikan hal itu tadi sebagai perjanjian dengan-Ku?" Mereka berkata: "Kami berikrar". Allah berfirman: "Kalau begitu bersaksilah kalian dan Akupun bersaksi (pula) bersama kalian".
  • Barang siapa yang berpaling sesudah itu (menyalahi perjanjian), maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.
  • Lalu apakah mereka menginginkan agama yang lain dari agama Allah? Padahal kepada-Nyalah segala apa yang di langit dan di bumi menyerah diri, dengan sukarela atau terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan. (Ali Imron : 81-83)
Ayat di atas memberi petunjuk begitu jelas bahwa setiap Nabi yang memiliki ilmu seberapapun (bagian apapun) dari Kitab (Al Quran) dan Hikmah (Nilai-nilai moral, etika dan logika/sains), dan zaman sekarang pun, meskipun bukan Nabi, banyak yang mendapat bagian dari Kitab dan Hikmah seperti demikian itu. Maka jika suatu waktu mereka bertemu dengan (mengetahui adanya) seseorang yang membawakan misi para Rosul (Risalah Allah), mereka hendaklah menguji kebenaran missi (Risalah)-nya tersebut dengan Ilmu dari Kitab dan Hikmah yang ada pada mereka itu.

Jika ternyata Risalah yang dibawakannya itu sebuah kebenaran, dalam arti tidak menyalahi Kitab dan Hikmah yang ada pada mereka itu (bukan fiksi atau mithos), maka mereka berjanji akan mengimaninya dan menolongnya. Dan ini merupakan suatu perjanjian yang kokoh (Mietsaqon Gholiedho) dengan Allah, yang jika perjanjian tersebut tidak dipenuhi, Allah menyatakan bahwa mereka itu orang-orang yang fasik (mengabaikan Allah).

Memang perjanjian di atas itu bersifat tawaran. Artinya para Nabi atau orang-orang berilmu itu bisa saja tidak ikut tergabung dalam ikrar perjanjian tersebut, dan itu hak mereka. Tetapi Allah menyatakan bahwa mereka yang demikian itu berarti menginginkan agama selain agama Allah. Ini menunjukkan bahwa perjanjian tersebut merupakan syarat yang harus disanggupi dan dipenuhi jika yang mereka inginkan itu Agama Allah (Islam). Karena Agama Allah itu, sistem dan mekanismenya harus seperti demikian, dimana keberadaan seorang Rosul atau penerusnya atau pewarisnya, adalah hal yang mutlak adanya.

Manusia yang berderajat Nabi sekalipun tak urung mendapat peringatan yang begitu keras dari Allah, yaitu:
  • Jika tidak memenuhi perjanjian, mereka dinyatakan fasik (mengabaikan Allah).
  • Jika tidak mau tergabung dalam perjanjian, mereka dianggap memilih agama lain yang bukan Agama Allah.
Kepada para Nabi saja Allah begitu tegas dan keras. Apalagi mereka yang sekedar berderajat “Ulama”, suatu sebutan yang dibuat dan digunakan manusia, tanpa standar yang jelas.

Memang Allah telah menyatakan bahwa manusia itu bisa memilih apa saja yang mereka mau. Mau beriman atau tidak, mau terikat perjanjian dengan Allah atau tidak, mau Islam atau tidak, semua terserah mereka. Tapi jika Islam yang mereka pilih, tentunya harus tunduk sepenuhnya pada segala ketentuan yang Allah tetapkan. Kalau bukan Islam yang dipilih, “terserah kamu”, lakukanlah semaumu. Allah hanya mengingatkan bahwa apapun pilihan mereka, toh mereka tidak akan bisa menghindar dari Allah ketika mereka semua ditarik kembali ke Hadirat-Nya.

Demikian itulah seruan, arahan dan ketentuan dari Allah bagi para Nabi yang tetap berlaku dan tidak akan pernah menjadi usang atau kadaluarsa, atau berubah cita-warna dan rasa menjadi “kisah masa lalu”. Maka siapa saja yang merasa diri sebagai ulama, dan merasa terpanggil sebagai Pewaris Nabi, harus siap untuk tunduk menterikatkan diri dan menjalaninya, dan siap dengan segala resiko dan kepahitan yang selalu dijumpai dan dirasakan para Nabi dan para pengikutnya dalam perjalanan sejarah mendakwahkan Islam.

Hanya dengan mewarisi Nabi secara benar kemudian berkiprah mengemban missi Risalah Allah (menjalankan peran Rosul), hanya dengan cara itulah dapat diperolehnya domain atau izin Allah untuk mendakwahkan dan menegakkan Dienul Islam, memancarkan cahaya Al Quran petunjuk Allah.
Name

Dakwah Ilallah,12,Jalan Keselamatan,7,Jurnal Roqim,1,Kajian Lepas,42,Manhaj Risalah,12,
ltr
item
Ini Islam: Para Ulama Adalah Pewaris Para Nabi
Para Ulama Adalah Pewaris Para Nabi
Kiranya semua orang pun tahu apa yang dimaksud “Pewaris” itu. Misalnya saja: “Putra Mahkota itu pewaris tahta kerajaan” artinya jika Raja wafat maka Sang Putra Makota itulah yang selanjutnya menempati posisi, fungsi dan peranan Raja.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjqeu8KfDUMbfsfxU7eKmhQXXrbHSGbY7Ouf1aK6pv8QhCAzU1XsaBBIPBorFsGZ81fTO3jlcx0nE-1Sw-ayzQ1yto9pF-iQb3TONvffoTCt66HE7tzgYR1Rzcgy6yTwb2XzqSc_HSSr5o/s640/para-ulama-adalah-pewarasi-para-nabi.png
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjqeu8KfDUMbfsfxU7eKmhQXXrbHSGbY7Ouf1aK6pv8QhCAzU1XsaBBIPBorFsGZ81fTO3jlcx0nE-1Sw-ayzQ1yto9pF-iQb3TONvffoTCt66HE7tzgYR1Rzcgy6yTwb2XzqSc_HSSr5o/s72-c/para-ulama-adalah-pewarasi-para-nabi.png
Ini Islam
http://www.iniislam.net/2017/03/para-ulama-adalah-pewaris-para-nabi.html
http://www.iniislam.net/
http://www.iniislam.net/
http://www.iniislam.net/2017/03/para-ulama-adalah-pewaris-para-nabi.html
true
7017169815549685310
UTF-8
Loaded All Posts Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS PREMIUM CONTENT IS LOCKED STEP 1: Share to a social network STEP 2: Click the link on your social network Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy Table of Content