Mesti diingat bahwa kata zalim itu diadopsi dari bahasa Arab melalui kosakata (lafad) yang Allah gunakan dalam Al Quran (ظالم), maka arti yang lebih original dari kata tersebut harus kita telusuri dari Al Quran agar kita memperoleh petunjuk yang benar dari penggunaan kata tersebut.
Kata "zalim" menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah : bengis, kejam, tidak ada belas kasihan, tidak adil.
Tetapi mesti diingat bahwa kata zalim itu diadopsi dari bahasa Arab melalui kosakata (lafad) yang Allah gunakan dalam Al Quran (ظالم), maka arti yang lebih original dari kata tersebut harus kita telusuri dari Al Quran agar kita memperoleh petunjuk yang benar dari penggunaan kata tersebut.
Dari Al Quran tidak akan ditemukan arti kata secara definitif sebagaimana halnya dalam kamus, melainkan berupa petunjuk tentang siapakah atau sikap dan perilaku yang bagaimana yang Allah sebut zalim, antara lain seperti berikut:
1. Menghukumi atau menyatakan sesuatu tentang sesuatu (menjudge) dengan tidak berdasar pada realitas fakta yang dihadirkan Allah (apa yang sebenarnya ada dan terjadi).
Tentang ini, berikut petunjukNya.
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Banyak orang yang menjudge terkait sesuatu berdasarkan sentimen emosi atau kepentingan tertentu dengan mengabaikan (pura-pura tidak tahu) akan realitas fakta yang ada.
2. Lebih mengikuti keinginan subjektif pihak-pihak tertentu daripada (dengan mengabaikan) hasil analisa keilmuan terkait suatu kasus/fenomena.
Hal ini terkandung pada Kalamullah berikut:
وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ ۙ
إِنَّكَ إِذًا لَمِنَ الظَّالِمِينَ
Dan sungguh jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah datangnya ilmu kepadamu, sesungguhnya kamu (kalau begitu) termasuk orang-orang yang zalim. (Al Baqoroh : 145)
Salah satu contoh:
Ketika ada satu perkampungan kumuh yang dibangun diatas tanah bukan miliknya, berupa bantaran sungai yang membuat sungai itu menjadi sempit dan mengakibatkan banjir, kekumuhan lingkungan, penyakit dan sebagainya, maka secara logika keilmuan harus dilakukan normalisasi sungai dan merelokasi perkampungan tersebut.
Tetapi kemudian ada pihak-pihak tertentu yang menentang hanya karena alasan-alasan subjektif atau sentimen tertentu ("ahwaahum").
Jika keinginan tersebut dipenuhi dengan mengabaikan hasil analisa objektif faktual (keilmuan) tadi, itulah keputusan/tindakan yang zalim.
3. Kezaliman paling besar adalah, mengada-ada kebohongan atas Allah, yakni menyatakan sesuatu yang diklaim dari Allah (Islam) padahal hanya pikiran/keinginan subjektif dirinya, dan atau memalsukan/memanipulasi ayat-ayat-Nya, baik berupa fakta-fakta kauniyah atau (terlebih lagi) ayat Al Quran.
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَىٰ عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَوْ كَذَّبَ
بِآيَاتِهِ ۗ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ
Dan siapakah yang lebih zalim (kezaliman terbesar) daripada orang yang mengada-ada suatu kebohongan atas Allah, atau memalsukan ayat-ayat-Nya? Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak akan berhasil. (Al An'am : 21)
Banyak orang yang menjadikan Kalamullah sebagai amunisi untuk menyerang pihak yang dilawannya, atau menjadikannya komoditas politik untuk untuk menggalang dukungan.
Al Quran yang suci dan mulia itu, tidak mungkin bisa digunakan untuk hal-hal kotor yang negatif dan bertentangan dengan logika akal sehat dan nilai-nilai kemanusiaan yang universal (fitrah manusia), kecuali dengan dipelesetkan ("tahrif") atau dimanipulasi ("takdzib"). Dan ini adalan kezaliman yang paling besar.
Di penghujung ayat di atas (Al An'am : 21) Allah menegaskan bahwa bagaimanapun orang-orang yang zalim itu TIDAK AKAN BERHASIL.
Maka disarankan kepada pihak mana saja yang sedang berjuang meraih sesuatu (apapun itu), jangan sekali-kali melakukan kezaliman dalam bentuk apapun seperti tersebut di atas.
Dan jangan pernah risau jika kompetitor lain (pesaing) melakukan kezaliman, bersabarlah untuk tidak membalasnya (jangan bertindak seperti mereka), karena Allah telah menjamin dengan tegas bahwa mereka tidak akan berhasil.