Satu-satunya alasan yang mampu mereka kemukakan tentang perlunya Hadits adalah: "Kalau tanpa hadits, bagaimana mungkin kita tahu ketentuan dan tata cara sholat. Karena Al Quran hanya memerintahkan sholat, tanpa ada petunjuk lebih rinci tentang sholat tersebut".
Pada posting terdahulu mengenai "Perkara Gaib", ada yang menyimpulkan lalu mengajukan pertanyaan lewat message (inbox) bahwa (berarti) Hadits Nabi itu dieksplor dari ranah gaib. Tapi bagaimana kita tahu tata cara dan ketentuan waktu sholat, yang tentang itu hanya bisa diketahui dari Hadits.
Fakta yang tidak bisa dibantah bahwa ditetapkanya Hadits sebagai dasar ajaran Islam itu adalah kesepatan para ulama. Meski hal tersebut tidak sesuai bahkan bertentangan dengan logika (sebagaimana disinggung pada posting terakhir Al Wahidah), bertentangan dengan Al Quran, bahkan bertentangan dengan salah satu Hadits itu sendiri, antara lain:
لا تكتب عني غير القران
"Jangan kamu tulis (apa yang kamu dapatkan) dariku, kecuali Al Quran".
Satu-satunya alasan yang mampu mereka kemukakan tentang perlunya Hadits adalah: "Kalau tanpa hadits, bagaimana mungkin kita tahu ketentuan dan tata cara sholat. Karena Al Quran hanya memerintahkan sholat, tanpa ada petunjuk lebih rinci tentang sholat tersebut".
Itu hanya alasan yang mengada-ada, bertentangan dengan fakta, bahkan bertentangan pula dengan Kalamullah.
Faktanya.
- Semua orang sudah bisa sholat sejak kecil, sebelum mengetaui sepotong haditspun. Semua orang. Termasuk para ulama itu sendiri. Mereka baru belajar dan mengenal hadits, setelah jauh sebelumnya mereka bisa dan biasa mengerjakan sholat. Bagaimana mungkin yang belakangan menjadi dasar apa yang telah eksis lebih dulu?
- Selama sekitar lebih dari seabad setelah wafat Rosulullah, berdasarkan apa tata cara sholat mereka? karena pada masa itu, yang namanya hadits itu belum ada.
Anggapan bahwa Al Quran tidak terperinci, itu bertentangan dengan apa yang Allah tegaskan dalam Al Quran itu sendiri. Anggapan tersebut tidak lain, hanya karena ketidakmampuan membaca dan mengakses petunjuk dari Ayat-ayat Allah dan Kalamullah, antara lain gara-gara penerjemahan Al Quran diubah-ubah secara masif.
أَفَغَيۡرَ ٱللَّهِ أَبۡتَغِى حَكَمً۬ا وَهُوَ ٱلَّذِىٓ أَنزَلَ إِلَيۡڪُمُ ٱلۡكِتَـٰبَ مُفَصَّلاً۬ۚ
Maka pantaskah aku mencari hakim selain Allah, padahal Dialah yang telah menurunkan kitab (Al Quran) kepadamu dengan TERPERINCI? ... (An An'am : 114)
كِتَـٰبٌ أُحۡكِمَتۡ ءَايَـٰتُهُ ۥ ثُمَّ فُصِّلَتۡ مِن لَّدُنۡ حَكِيمٍ خَبِيرٍ
... suatu kitab yang telah di-definitif-kan ayat-ayatnya kemudian DIPERINCI (langsung) dari sisi (Allah) Yang Maha Tepat Segala dan Maha Memiliki Berita. (Hud : 1)
Kaitan kedua ayat di atas dengan tata cara sholat secara terperinci, Allah menegaskan bahwa Allah-lah yang mengajarkan tata cara sholat kepada manusia itu.
حَـٰفِظُواْ عَلَى ٱلصَّلَوَٲتِ وَٱلصَّلَوٰةِ ٱلۡوُسۡطَىٰ وَقُومُواْ لِلَّهِ قَـٰنِتِينَ (٢٣٨) فَإِنۡ خِفۡتُمۡ فَرِجَالاً أَوۡ رُكۡبَانً۬اۖ فَإِذَآ أَمِنتُمۡ فَٱذۡڪُرُواْ ٱللَّهَ كَمَا عَلَّمَڪُم مَّا لَمۡ تَكُونُواْ تَعۡلَمُونَ
Jagalah sholat-sholatmu dan sholat "YANG WUSTHO" (yang pas takaran dan tata caranya). Jika kamu dalam keadaan takut (ada ancaman bahaya), maka sholatlah dengan cara (sambil) berjalan atau berkendaraan. Kemudian jika kamu telah aman, maka mengingat Allah-lah (sholatlah), sebagaimana Allah telah MENGAJARKAN kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. (Al Baqoroh : 238-239)
Pertanyaannya, bagaimana "cara Allah" mengajarkan tata cara sholat itu?
Dalam kehidupan nyata (faktual), belajar untuk melakukan sesuatu (segala hal) dimulai (bahkan cukup) dengan melihat dan memperhatikan orang lain yang telah lebih dulu mengerjakannya, kemudian mengikuti dan menirukannya (nurutan).
Begitulah cara orang belajar melakukan apapun. Dan Allah-lah yang menciptakan manusia dengan tabiat dan perilaku seperti itu.
Bahkan di masa-masa awal keberadaan manusia, ketika putra Adam kebingungan harus dibagaimanakan mayat saudaranya, manusia belum punya pengalaman atau contoh untuk itu, maka Allah mengajarinya dengan memunculkan di hadapannya seekor burung gagak yang mengais-ngais tanah (menggali) lalu menguburkan bangkai temannya.
فَبَعَثَ ٱللَّهُ غُرَابً۬ا يَبۡحَثُ فِى ٱلۡأَرۡضِ لِيُرِيَهُ ۥ كَيۡفَ يُوَٲرِى سَوۡءَةَ أَخِيهِۚ
Kemudian Allah memunculkan seekor burung gagak mengais-ngais tanah (menggali) agar memperlihatkan kepadanya (putra Adam) bagaimana menguburkan mayat saudaranya itu ... (Al Maidah : 31)
Selanujtnya, agar semua orang bisa belajar melakukan sholat dengan cara tersebut di atas, Allah melestarikan amalan sholat tersebut dalam kehidupan manusia di bumi dan selalu ada kaum yang mengerjakannya, sehingga tidak satu generasipun yang kehilangan jejak bagaimana cara mengerjakan sholat itu.
إِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا ٱلذِّكۡرَ وَإِنَّا لَهُ ۥ لَحَـٰفِظُونَ
Sesungguhnya Kami telah menurunkan Adz Dzikr, dan sesungguhnya Kami benar-benar menjaganya. (Al Hijr : 9)
Yang berulang kali Allah sebut sebagai "Adz Dzkr" dalam Al Quran itu adalah AL QURAN itu sendiri, SHOLAT dan MANASIK HAJI. Dan itu pula yang kita saksikan faktanya.
Bahkan ada pula Hadits nabi yang menyatakan tentang kelestarian sholat tersebut.
اول ماتفقد من دينكم الأمانة وآخر ما يبقى منه الصلاة. فليصلون قوم لاخلاق لهم عندالله..
Yang paling awal (pertama) hilang dari agamamu adalah AMANAH (MISI). Dan yang terakhir lestari adalah SHOLAT, maka sholatlah suatu kaum padahal tidak ada nilai (pahala) bagi mereka di sisi Allah.
Cukup jelas sekali bahwa sejak masa-masa awal, agama Islam yang eksis terus di bumi ini sudah kehilangan MISI. Dan pada kondisi begini, amalan sholatpun hampa tanpa makna, tanpa muatan, bahkan tanpa nilai apapun di sisi Allah.
Tinggal satu lagi persoalan.
Ketika tata cara amalan sholat diwariskan turun temurun dengan cara seperti di atas, maka tak bisa disangkal akan munculnya berbagai perbedaan (ikhtilaf), terutama terkait hal-hal detail seputar amalan sholat tersebut. Ini adalah fenomena yang tidak boleh terjadi dalam tatanan Dienullah, dan tidak Allah ridhoi.
Maka (menurut original konsep dienullah) Allah akan memunculkan seorang pemimpin yang legal di sisi-Nya, untuk memutuskan segala perselisihan, kemudian kembali memulihkan dan menjaga "Sholat yang Wustho" sebagaimana tersebut pada Al Baqoroh :139 di atas.
Tapi celakanya, kosakata (terminologi) Rosul dalam Al Quran telah dipalingkan jauh sekali, sehingga ditutuplah kemungkinan munculnya pemimpin yang "nurutan" Rosul, sehingga sholat yang bermuatan amanah pun hanya lestari dalam "konsep" yang tidak mengejawantah.
